Amien Kritisi Konsep Pararadya

Sultan di Atas Gubernur Hanya Permainan Kata-Kata
JOGJA - Ketua Majelis Pertimbangan Partai (MPP) DPP PAN Amien Rais tetap memegang teguh ucapannya. Dia meminta pemerintah menerapkan masa transisi sebelum betul-betul menyelenggarakan pemilihan gubernur (pilgub) DIJ. Masa transisi itu dengan memberi kesempatan Sultan Hamengku Buwono X menjabat lagi sebagai gubernur untuk masa jabatan lima tahun ke depan.

"Setelah lima tahun harus ada pilihan. Jago keraton saya rasa masih banyak," ungkap Amien saat ditemui wartawan di kediamannya Pandeansari, Condongcatur, Sleman, Sabtu lalu.

Amien tidak menyebut masa transisi itu sebagai bentuk penetapan sebagaimana pernyataan pengurus DPP PAN. Sebab, dalam pemikiran pribadinya, Amien tetap menginginkan pemilihan. Pertimbangannya, sebuah jabatan publik dijabat secara turun temurun bertabrakan dengan nilai-nilai demokrasi.

"Kalau pengurus PAN datang ke sini, akan saya wuruki (ajari) tentang sikap saya ini," imbuh pria yang bersama HB X, Gus Dur dan Megawati Soekarnoputri meneken Deklarasi Ciganjur 1998 silam.

Politikus yang mendapat gelar kekancingan Kanjeng Pangeran Aryo (KPA) dari Susuhunan Paku Buwono XII ini juga sempat mengkritisi konsep pararadya yang ditawarkan Jurusan Ilmu Pemerintahan (JIP) UGM. Konsep pararadya menempatkan posisi sultan di atas gubernur bila kelak DIJ menggelar pilgub.

Sebagai pakar ilmu politik, Amien melihat konsep pararadya tak lebih hanya permainan kata-kata. Sebab, pemegang kekuasaan pemerintahan tetap ada di tangan gubernur. "Itu hanya solusi simbolik. Lebih baik kita apa adanya saja," imbau pria kelahiran Surakarta 1944 ini.

Namun demikian, Amien tetap melihat realitas yang berkembang di masyarakat. Menurut mantan ketua MPR RI ini, masa transisi itu dibutuhkan sebagai bagian dari persiapan mental dari sebuah pemerintahan lokal bersifat istimewa. Yakni, seorang sultan menjabat sebagai gubernur. "Waktu lima tahun saya rasa sudah cukup untuk menyiapkan mental," tegasnya.

Amien khawatir kalau tahun ini pemerintah tetap melaksanakan pilgub sebagaimana provinsi lain, mereka yang selama ini tidak setuju akan tersinggung karena merasa disepelekan. Agar tak terjadi guncangan, Mendagri Mardiyanto diimbau bertindak arif.

"Perubahan politik harus dilakukan secara bertahap dan mengedepankan dialog. Mendagri sebaiknya jangan grusa-grusu," ingat guru besar Fisipol UGM yang sekarang menjabat ketua Majelis Wali Amanat (MWA) UGM ini.

Setelah masa lima tahun itu, Amien menegaskan DIJ harus siap-siap melaksanakan pilgub sebagaimana daerah lain. Amien mengungkapkan sebetulnya banyak elemen mengharapkan HB X bertarung di level nasional menjadi pemimpin bangsa. Sayangnya, hingga detik ini masyarakat belum pernah mendengar jawaban HB X bersedia menjadi capres dari partai tertentu.

Sedangkan Ketua DPW PPP DIJ Syukri Fadholi menilai masalah keistimewaan DIJ bukan sekadar penetapan atau bukan penetapan dengan menyelenggarakan pilgub. Menurutnya, yang lebih esensial adalah menempatkan posisi sultan sesuai gelarnya sebagai sayidin panatagama kalifatullah. Seorang sultan mestinya berdiri di semua golongan dan partai politik. "Sudah pasti jangan lagi ada di Partai Golkar," tandas Syukri, sambil tersenyum. (kus)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir

Bebas 2 Pekan, Napi Asimilasi di Yogya Diciduk Gegara Nyolong Motor