HPP BELUM SESUAI HARAPAN ; Petani Tak Nikmati Kenaikan Harga Beras

BANTUL (KR) - Meski harga beras mengalami kenaikan di pasaran dan dinaikkannya harga pembelian pemerintah (HPP), namun petani belum menikmati hasilnya. Beras yang ada pada petani sudah lebih dulu terjual pada saat harga masih rendah.
Demikian dikemukakan pengamat ekonomi pertanian. Dr Ir Dwidjono Hadi Darwanto kepada KR, Senin (28/4) terkait dengan naiknya harga beras dan HPP. "Petani banyak yang sudah telanjur menjual hasil produksinya. Sehingga ketika harga naik, mereka tidak menikmatinya," ujar Dwidjono.
Dikemukakannya, kebanyakan petani langsung menjual hasil panennya. Mereka tidak banyak yang menyimpan di lumbung-lumbung, karena memang hasil panen tidak begitu banyak. Disamping itu, banyak petani yang terhimpit kesulitan ekonomi, sehingga begitu panen, langsung menjual gabah atau berasnya.

Menurut Dwijono, justru yang menikmati saat ini adalah para tengkulak atau penggilingan padi. Mereka yang memiliki simpanan gabah, sehingga ketika harga mahal, mereka menjual dengan harga yang lebih tinggi. Kenaikan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah dan beras tak sepenuhnya mampu meningkatkan kesejahteraan petani. Bahkan banyak petani yang belum tahu soal kenaikan HPP tersebut. Sehingga harga jual gabah maupun beras masih berdasar pada harga yang berlaku di pasaran. Sedangkan meski ada kenaikan HPP, namun petani di Bantul masih bertahan dengan menyimpan gabah hasil panen dibanding menjual dalam bentuk gabah.

Menurut Parijo, petani di Trimulyo Jetis, para petani tak tahu tentang naiknya HPP gabah dan beras yang telah diumumkan pemerintah. "Belum ada pemberitahuan dari kelurahan maupun dusun. Yang kami rasakan hanya harga tebasan padi dan beras pada puncak musim panen kali ini cenderung stabil. Biasanya, setiap musim panen harga tebasan padi dan beras turun," katanya kepada KR.
Kenaikan HPP gabah dan beras sebesar Rp 200/kg, menurut Parijo sebenarnya belum mampu mengangkat pendapatan petani. Sebab, akhir-akhir ini biaya produksi pertanian, seperti obat-obatan, upah tenaga, dan sebagainya sudah cukup tinggi. Sehingga kenaikan itu belum mampu memberikan tambahan penghasilan bagi petani secara signifikan. "Tapi kenaikan HPP itu memang sudah seharusnya dilakukan," ujarnya.

Demikian juga yang disampaikan Akhsin, petani yang tengah memanen padi di Bulak Blawong Trimulyo Jetis. Ia mengaku belum tahu benar soal kenaikan HPP gabah dan beras yang ditetapkan pemerintah. "Soalnya kami tak pernah menjual gabah. Hasil panen padi kami simpan untuk dijual dalam bentuk beras. Namun jika ada kenaikan harga jual beras yang ditetapkan pemerintah, semoga dapat memberi manfaat bagi petani seperti kami," ujarnya.

Diakui, para petani di sekitar wilayah itu memang tak pernah menjual gabah, namun lebih cenderung menjual dengan cara tebasan, dijual saat padi sudah akan dipanen. Namun secara umum petani lebih memilih menjual beras daripada menjual gabah. Sedangkan salah seorang pedagang beras di Sumbermulyo Bambanglipuro, Sri Sugeng, mengaku kaget dengan adanya kenaikan HPP gabah dan beras yang ditetapkan pemerintah. "Kami baru tahu ada kenaikan harga jual beras setelah menjual beras dari harga Rp 3.800 menjadi Rp 4.000/kg. Namun saat membeli gabah, yang sebelumnya Rp 2.000/kg kini sudah mencapai Rp 2.200/kg," katanya.

Ia mengaku tak tahu sama sekali jika pemerintah telah menaikkan HPP gabah dan beras karena tak ada pemberitahuan lebih dahulu. Ia memang cukup kaget dengan harga jual beras yang naik pada hal saat ini tengah musim panen, yang biasanya harga beras maupun gabah cenderung turun.
Sedangkan Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Bantul Ir Edy Suharyanto kepada KR, mengemukakan, kenaikan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah dan beras yang berlaku sejak April lalu belum sesuai harapan petani di Kabuapaten Bantul. Karena sebelumnya, petani menghendaki kenaikan HPP sebesar Rp 300 per kg. Untuk itu agar keuntungan meningkat, petani diimbau menjual hasil panen dalam bentuk beras, bukan Gabah Kering Panen (GKP).

Kenaikan HPP sebesar Rp 200 per kg itu, lanjutnya, hanya didasarkan pada naiknya harga-harga sarana produksi pertanian terutama pupuk dan pestisida. "Tapi petani menginginkan harga sarana produksi itu juga harus seimbang pula dengan nilai tukar gabah, karena sekarang ini nilai tukar gabah kecenderungannya makin rendah. Tidak seimbang dengan kenaikan harga-harga atau kebutuhan petani baik di bidang pendidikan, kesehatan maupun sandang," jelasnya.

Namun demikian, kenaikan HPP ini perlu disyukuri. "Sekalipun belum memenuhi harapan petani, kami ajak petani untuk mensyukuri daripada tidak naik sama sekali," ujarnya. Pihaknya mengimbau, petani di Bantul untuk tidak menjual gabah, disarankan menjual dalam bentuk beras. Dengan demikian keuntungan mengeringkan, membersihkan dan menggilingkan menjadi milik petani.
Dikemukakan, selama ini Dolog tidak langsung membeli gabah ke petani tapi lebih memilih ke pedagang. Jadi terkadang pedagang mitra membeli ke petani di bawah HPP. Agar harga gabah di petani tidak jatuh, Pemkab juga menyediakan dana untuk membeli gabah dari petani. "Bagi petani yang terpaksa menjual dalam bentuk gabah karena ada kebutuhan yang mendesak, Pemkab akan membelinya dengan harga sedikit lebih tinggi dari HPP. Berapapun jumlahnya akan kami beli," imbuhnya. Sejak Januari 2008 lalu, Pemkab sudah membeli sekitar 22 ton.
Produksi padi di Bantul pada musim panen ini mencapai 4.600 hektar atau sekitar 33.120 ton. Dengan lokasi panen di Kecamatan Pandak, Bantul, Bambanglipuro dan Sewon. (Jon/Can/R-4)-n

Terpisah, Ketua Kelompok Tani Sedya Makmur Polaman Argorejo Sedayu Sumarjan mengatakan, dengan kenaikan ini keuntungan petani bisa sedikit meningkat dan para tengkulak tidak bisa lagi mempermainkan harga. Apalagi kelompoknya sudah bermitra dengan Dolog.
Dikatakan, setelah ada kenaikan HPP, harga beras kualitas bagus di tingkat petani naik dari Rp 3.800 per kg menjadi Rp 4.000 per kg. Sedang Gabah Kering Panen (GKP) naik dari Rp 1.800 menjadi Rp 2.000 per kg. "Harga di tingkat petani memang tidak sesuai dengan HPP karena petani tidak bisa menjual langsung ke Dolog karena biasanya Dolog membeli dalam jumlah besar 20-30 ton. Jadi harus dikumpulkan dulu di kelompok kemudian baru kelompok menjualnya ke mitra," jelasnya sembari menambahkan, ada 270 petani yang tergabung dalam kelompok. Total produksi padi pada musim panen kali ini mencapai sekitar 150 ton.

Menurutnya, kondisi sekarang ini sudah cukup baik, paling tidak para pedagang tidak bisa bermain di bawah harga standar yang sudah ditetapkan. "HPP kan sudah memperhitungkan berapa biaya yang dikeluarkan petani. Kalau beras petani dibeli di bawah HPP ya kami akan rugi," lanjutnya. (Jon/Can/R-4)-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir

Bebas 2 Pekan, Napi Asimilasi di Yogya Diciduk Gegara Nyolong Motor