FNAD Beberkan Bukti

Ungkap Perlakuan Diskriminatif UNY
RADAR JOGJA – Polemik antara Front Nasional Anti-Diksriminasi (FNAD) dengan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) terus menggelinding. Setelah pihak UNY membantah telah melakukan diskriminasi terhadap difabel, FNAD kembali angkat bicara.

Kemarin, organisasi yang menampung penderita kecacatan fisik ini membeberkan bukti perlakuan diskriminatif UNY pada kaum difable. Dalam jumpa pers yang digelar di kawasan Perumahan Sawitsari, Condogcatur, FNAD menunjukkan perlakuan yang diterima para anggotanya dari kampus itu.
Yuliati, salah satu anggota FNAD mengaku mendapat perlakuan diskriminatif saat diterima di UNY. Penderita kecacatan folio kaki ini mengatakan, pada 1998 dia diterima di Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN).

Tapi ketika mengikuti registrasi, panitia penerimaan mahasiswa baru (PMB) meminta lulusan SMAN Prambanan ini pindah ke jurusan pendidikan luar biasa (PLB). ”Saat itu kakak protes karena diterima di PPKN, tapi kok diminta pindah ke PLB. Ya nggak mau,” cerita Yuliati kemarin.
Saat itu panitia mengatakan, alasan memindah Yuliati karena dia dinilai tidak memenuhi syarat masuk ke jurusan tersebut. ”Saya tidak layak masuk ke fakultas ini karena cacat folio yang saya derita,” paparnya.

Mendengar alasan ini, Yuliati dan kakaknya tidak langsung menerima. Mereka melakukan protes dan minta bertemu langsung dengan rektor.
”Saya sempat nangis selama dua hari. Tapi, dengan berbagai pertimbangan akhirnya saya tetap dimasukkan ke jurusan PLB,” aku perempuan yang telah menamatkan kuliah 2003 lalu dan telah mengajar di SLB Bhakti Pertiwi Kalasan ini.

Hal yang sama juga dialami Ismail Roni. Pria yang menderita tunarungu ini diharuskan masuk ke jurusan PLB. Padahal dalam tes seleksi, Ismail diterima di jurusan Tata Boga. ”Tapi karena Ismail tak punya keberanian dia manut saja,” jelas Yuliati yang menerjemahkan penjelasan Ismail.
Lain halnya dengan Sarjono. Pria yang menderita tunanetra ini pada tahun 1987 mendaftarkan diri menjadi calon dosen. Dia mendaftar pada 5 September 1987. Setelah melalui berbagai seleksi, Sarjono dinyatakan tidak bisa melanjutkan seleksi ini. ”Dengan kecacatan yang saya derita oleh panitia saya dinyatakan tidak bisa melanjutkan proses seleksi ini,” ungkapnya.

Sarjono mengaku sempat bertemu dengan rektor dan pembantu rektor (Purek) I. Tapi kedua pimpinan UNY itu tetap tidak mengeluarkan kebijakan agar dia dapat mengikuti proses seleksi.
Menurutnya, ada empat alasan yang membuat dia tidak diterima. Yaitu tunanetra tidak bisa membaca dan menulis, guru harus sehat jasmani dan rohani, UNY tidak menyediakan fasilitas braille, dan diragukan bisa mengelola kelas.
”Aneh saja, ketika alasan ini dikemukakan. Karena semua masih berdasarkan asumsi panitia. Kecuali kalau saya sudah terbukti tidak bisa. Karena cacat beda dengan sakit. Saya ini sehat, tapi cacat mata,” katanya.

Selain mereka, ada tiga orang lagi yang juga memaparkan perlakukan diskriminatif UNY. Antara lain Mustika Sekar Intan (cacat folio), Mustafid (cacat folio) dan Presti (cacat mata).
Koordinator FNAD Slamet Thohari mengungkapkan, aksi unjukrasa yang dilanjutkan pengiriman surat aduan pada Presiden RI dan Komnas HAM bertujuan untuk menjadikan UNY lebih baik. Menurutnya, berbagai upaya telah dilakukan FNAD agar diskriminasi UNY pada kaum difable dihapus.
”Kami tidak berniat memusuhi UNY. Apa yang kami lakukan dalam rangka melakukan perubahan untuk menjadikan bangsa Indonesia lebih demokratis,” tutur Slamet.

Slamet juga mengatakan, bantahan UNY tidak pernah menerima surat permohonan audiensi FNAD adalah tidak benar. Menurutnya, 27 April 2008 Sasana Integrasi dan Advokasi (Sigab) yang merupakan bagian FNAD mengirimkan surat permohonan audiensi.
Setelah melalui beberapa kofirmasi via telepon, permintaan ini dikabulkan 7 Mei 2008 pukul 11.00. ”Tapi ketika rombongan Sigab sampai di rektorat, staf rektor mengatakan rektor sudah pulang sekitar pukul 10.00. Dan ketika ditanyakan kapan bisa beraudiensi, staf rektor menjawab kesibukan rektor padat,” jelasnya.

Slamet juga menegaskan, aksi demontrasi yang dilakukan FNAD bukan tanpa dasar dan bukti. ”Aksi kami bukan ngawur dan tanpa bukti. Dan tujuan kami untuk menjadikan UNY lebih menjadi institusi pendidikan yang lebih inklusif,” tandasnya. (sam)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir

Bebas 2 Pekan, Napi Asimilasi di Yogya Diciduk Gegara Nyolong Motor