PERINGATAN HAPSAK DI DIY ; Momentum Perkokoh Akar Pohon Kebangsaan

YOGYA (KR) - Mengkhianati Pancasila berarti mengingkari nilai-nilai yang menjadi jiwa kelahiran Negara Kesatuan Reublik Indonesia (NKRI). Sebab nilai itu bersemi, tumbuh dan menjadi bagian kehidupan multi etnis di bumi Nusantara jauh sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945.
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X menegaskan hal itu dalam sambutan tertulis yang dibacakan Sekda DIY Ir Tri Harjun Ismaji MSc selaku Inspektur  Upacara Peringatan Hari Kesaktian Pancasila (Hapsak) di lingkungan Pemprop DIY di halaman Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Senin (6/10) pagi.



Upacara serupa juga digelar di Monumen Pancasila Sakti Kentungan Yogyakarta dengan Inspektur Kapolda DIY Brigjen Pol Dr Untung S Radjab, serta dihadiri pula Wakil Gubernur DIY Sri Paku Alam IX.
Gubernur DIY mengemukakan, nilai-nilai yang menjadi jiwa kelahiran NKRI itu tersebar dan tercermin dalam berbagai kehidupan budaya, sosial, agama dan keyakinan dari bumi Aceh hingga Papua. “Dan nilai-nilai itu pula yang kemudian mampu mentransformasikan kebhinnekaan bangsa menjadi wadah yang satu yaitu Bangsa Indonesia. Bahkan penghargaan terhadap kebhinnekaan etnis, agama dan budaya merupakan sebuah keniscayaan bagi bangsa Indonesia,” tegas Sultan.
Ketika kebhinnekaan itu akan dinafikan dan digantikan oleh dominasi budaya, ideologi ataupun agama tertentu, maka bangsa berada pada proses yang ahistoris dan ‘mencabut akar sendiri’ pohon kehidupan bangsa dan negara Indonesia.
“Kita tentunya tidak ingin bangsa kita mundur ke belakang, sementara bangsa dan negara lain berlari jauh meninggalkan kita, karena kita membuat rapuh akar pohon kehidupan bangsa kita, sementara tiupan angin semakin keras menerpa pohon tersebut,” tandas Gubernur.
Ditambahkan, Pancasila sebagai kristalisasi nilai-nilai yang ada di persada Nusantara dan menjadi ‘ruh’ bagi heterogenitas sebuah bangsa, terdiri beribu-ribu etnis dan bahasa, tinggal di berbagai pulau yang terpisah lautan, dengan memeluk agama dan keyakinan yang berbeda-beda.
“Dalam peristiwa itu filosofi sapu lidi menunjukkan kebenarannya, di mana ketika ikatan yang menyatukan lidi-lidi etnis kendor, maka goyahlah mereka dan sapu itu pun menjadi terganggu fungsinya,” katanya.
Untuk itu Gubernur mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk menjadikan Peringatan Hapsak ini sebagai momentum guna memperkokoh akar pohon kebangsaan. Sehingga bangsa Indonesia tidak goyah, namun justru bisa tumbuh semakin kuat, semakin rimbun dan bisa menjadi peneduh bagi setiap suku bangsa yang bernaung di bawahnya. (San)-n

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir

Bebas 2 Pekan, Napi Asimilasi di Yogya Diciduk Gegara Nyolong Motor