Buta Aksara dan Wajar 9 Tahun Belum Tuntas

RADAR JOGJA - Buta aksara dan wajib belajar 9 tahun masih menjadi masalah tersendiri bagi dunia pendidikan di Indonesia. Meski gaung kampanye mengenai dua masalah itu sudah jarang terdengar, masalah ini masih menjadi pekerjaan rumah yang harus selalu diperhatikan pemerintah.
Hal ini mengemuka dalam pertemuan sembilan guru favorit se-Bandung versi Radar Bandung (Jawa Pos Grup) dengan pejabat Dinas Pendidikan Provinsi DIJ kemarin. Di Kantor Dinas Pendidikan DIJ Jalan Cendana Jogja, mereka diterima Kabid Pendidikan Tinggi Dra Tugini Tri Haryati, Kasi Kurikulum SMK Bidang Pendidikan Drs Mulyo Santoso MPd, Seksi Perencanaan Bidang Program Dri Hardono S.Sos, dan Kasubag Umum TU Bambang Sutikno

Sebelumnya, rombongan guru-guru favorit se-Bandung didampingi tim Radar Bandung berkunjung ke Radar Jogja. Di kantor harian ini, mereka diterima General Manager Radar Jogja Ariyono Lestari dan jajaran redaksi. Tiga guru SD favorit, tiga guru SMP favorit dan tiga guru SMA favorit ini pun banyak bertanya dan berdiskusi soal jurnalistik dan dunia pendidikan baik di Jogja maupun di Bandung.

Dalam pertemuan di kantor dinas pendidikan terungkap, meski jumlahnya tak lagi banyak, buta aksara kini masih ada. Di Bandung, permasalahan buta aksara masih menjadi bagian tersendiri yang harus dilakukan masyarakat bersama kalangan pendidikan untuk menuntaskannya.

Sama halnya dengan permasalahan buta aksara di Jogja. Saat ini di seluruh wilayah Jogja masih tercatat sedikitnya 7 persen dari keseluruhan penduduknya tidak bisa membaca dan menulis. Hal ini disampaikan Tugini Tri Haryati saat menjawab pertanyaan guru favorit dari Bandung itu.

''Untuk pendataan mengenai masalah buta aksara memang masih sulit, tetapi kebanyakan mereka berusia 44 tahun ke atas,'' tuturnya. Rata-rata kaum buta aksara itu, adalah mereka yang tinggal di daerah terpencil.

Tugini menjelaskan, Jogja sebagai kota pendidikan memang berupaya keras menuntaskan program ini. Sejak tahun 2005, Jogja bahkan sudah merintis Wajib Belajar 12 Tahun. Dirinya mengakui, hingga saat ini program itu belum tuntas diterapkan di seluruh wilayah Jogja, mengingat kondisi ekonomi yang dirasa masyarakat semakin sulit.

''Kondisi masyarakat di daerah terpencil juga menjadi salah satu faktor penyebabnya, yaitu banyak orang tua yang belum mendukung anaknya meneruskan sekolah karena harus bekerja membantunya,'' imbuhnya.

Namun, lanjut dia, hal ini juga sudah dicarikan solusi oleh pemerintah, yaitu bantuan dana dari provinsi bagi siswa yang rawan putus sekolah (Rapus) maupun Drop Out (DO). Lebih lanjut Tugini menjelaskan, yang masuk kategori Rapus adalah siswa yang tiap bulannya selalu menunggak biaya sekolah. ''Untuk mengantisipasi agar dia tidak putus sekolah, maka diberikan beasiswa Rapus tersebut,'' lanjutnya.

Tak hanya masalah mengenai buta aksara dan Wajar 9 tahun, pembahasan mereka juga menyangkut masalah pembiayaan sekolah dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Di Bandung, pemerintah daerah sudah membebaskan SPP dan BSP. Sedangkan Jogja sampai saat ini belum berani mengambil keputusan serupa, mengingat dana APBD yang terbatas.

Kasi Kurikulum SMK Bidang Pendidikan Drs Mulyo Santoso mengatakan, dalam tiga tahun terakhir jumlah mahasiswa baru di Jogja mengalami penurunan. Hal ini menjadi salah satu faktor keterbatasan pemasukan dana APBD. ''Jadi kalau kita menuntut dana alokasi APBN sebesar 20 persen untuk pendidikan masih sulit diterapkan di Jogja, wong untuk kesehatan saja masih sulit,'' ujarnya. (cw7)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir

Bebas 2 Pekan, Napi Asimilasi di Yogya Diciduk Gegara Nyolong Motor