DPRD Tolak UU BHP

HARIAN JOGJA - DANUREJAN: DPRD DIY menyatakan tegas menolak UU Badan Hukum pendidikan yang disahkan beberapa waktu lalu. Bahkan, DPRD akan segera melayangkan surat penolakan tersebut kepada pemerintah. Hal tersebut ditegaskan Wakil Ketua DPRD DIY Gandung Pardiman di hadapan puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi (HMI MPO) cabang Jogja yang berdemontrasi di Gedung DPRD DIY, kemarin.

DPRD menyatakan mendukung gerakan mahasiswa menolak UU BHP dengan membubuhkan tandatangan serta stempel dewan di atas surat pernyataan mahasiswa. “Kami akan segera mengirimkan surat penolakan kepada pemerintah,” tegas Gandung.

Menurut gandung, UU BHP harus ditolak karena akan merugikan rakyat. “Tugas dewaan adalah menentang segala hal yang akan merugikan rakyat,” tambahnya.

Sementara itu, Ketua Komisi D DPRD DIY Nasrullah Krisnam mengatakan, UU BHP mengatur sepertiga dari biaya pendidikan akan ditanggung oleh rakyat. Padahal, seharusnya pihak yang berkewajiban memenuhi anggaran pendidikan adalah pemerintah, yang diambilkan dari APBN amupun APBD.
“UU ini harus ditolak dan perlu dilakukan uji materi,” kata Krisnam.

Sementara itu, Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo mengungkapkan, mereka yang menolak UU BHP adalah pihak yang belum mempelajari secara mendalam kebijakan tersebut.
“Yang diprotes itu sebenarnya tidak ada masalah. Mahasiswa yang demo, karena tidak tahu UU BHP versi baru. Mereka pasti belum baca naskah terakhir dari UU yang sudah disahkan itu. Makanya RUU-nya dirancang sangat lama karena untuk mengakomodir kepentingan mahasiswa, dan mungkin mereka tidak tahu itu,” ungkap Mendiknas kepada wartawan seusai membuka seminar nasional dan launching buku saduran Serat Centhini Jilid V-XXII di Fakultas Ilmu Budaya UGM, kemarin.

Pro kontra di lapangan terhadap UU tersebut, menurut Mendiknas adalah hal yang wajar. “Kalau mau judicial review silakan saja. Justru itu akan lebih baik, agar mereka mengetahui secara pasti, apakah UU BHP merugikan masyarakat atau tidak. Silakan saja ke MK untuk judicial review, itu lebih baik dan tidak akan saya halang-halangi. Dan dmeo itu merupakan hal yang wajar,” tambahnya.

UU BHP disahkan bukan untuk melanggengkan kapitalisme pendidikan. Atau melegalkan komersialisasi pendidikan. “Itu gak benar kalau UU BHP untuk komersialisasi,” tegas Mendiknas.
Bambang mengungkapkan, dalam UU tersebut diatur, barangsiapa yang menyalahgunakan UU BHP dikenai hukuman penjara 5 tahun dan denda maksimal Rp500 juta. “Karena dalam UU itu diatur, batasan maksimal untuk sekolah atau perguruan tinggi harus meminta pungutan dari siswanya, ya kalau dilanggar pasti ada hukumannya,” katanya.
Pada UU BHP juga melarang perguruan tinggi ataupun sekolah untuk mencari keuntungan secara sepihak sehingga merugikan siswa atau mahasiswanya.
Koordinator Umum aksi HMI MPO Supriyadi Ashar mengungkapkan, lahirnya UU BHP mengindikasikan bahwa pemerintah tidak mau campur tangan terhadap pendidikan tanpa melihat kondisi masyarakat.
Pemberlakuan UU BHP, kata Supriyadi, sama saja dengan melegalkan privatisasi maupun komersialisasi pendidikan. Akibatnya, hanya orang-orang kaya saja yang bisa menikmati pendidikan di Indonesia .

Ditambahkan dia, privatisasi pendidikan seperti yang digariskan dalam UU BHP menyebabkan pembiayaan pendidikan ditanggung masyarakat. Padahal, kondisi saat ini masyarakat belum siap menanggung biaya pendidikan sendiri tanpa campur tangan pemerintah.

Oleh Andri Setyawan & Prihati Puji Utami

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir

Bebas 2 Pekan, Napi Asimilasi di Yogya Diciduk Gegara Nyolong Motor