Sistem Suara Terbanyak Buka Gesekan Antarkader: Kampanye, Dewan SeringMangkir

YOGYA (KR) - Meski putusan Mahkamah Konstitusi menetapkan caleg dengan suara terbanyak baru saja diputuskan, namun kesibukan caleg untuk mengkampanyekan dirinya sudah dilakukan jauh hari. Banyak partai telah menerapkan sistem suara terbanyak dengan perjanjian internal. Akibat kesibukan kampanye, membawa dampak buruknya kinerja lembaga legislatif, karena rapat sering ditinggal kampanye. Di DPRD DIY, akibat kesibukan kampanye membuat rapat Pansus Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) sering ditinggal anggotanya. Setiap rapat, hanya diikuti segelintir anggota. Tetapi ironisnya, jika melakukan kunjungan kerja (Kunker) ke luar daerah, justru hampir seluruh anggota ikut.

Minimnya anggota yang ikut Pansus ini, memaksa Ketua DPRD DIY, H Djuwarto mengirim surat peringatan kepada sejumlah fraksi. Surat itu meminta fraksi untuk lebih memantau anggotanya.
Kian sedikitnya anggota yang hadir dalam rapat DPRD DIY, juga membuat gagalnya rapat Paripurna Jawaban Gubernur atas Pandangan Umum Fraksi, Kamis (11/12) lalu. Saat itu, jumlah anggota hadir tidak memenuhi kuorum.

Terhadap persoalan ini, Ketua Badan Kehormatan DIY, Immawan Wahyudi mengaku prihatin. Pihaknya sudah menyiapkan pinalti bagi anggota Pansus RPJP yang sudah mangkir dalam rapat.
Menurut Immawan, sejauh ini, terdapat anggota DPRD DIY yang telah mendapat peringatan 1 dan 2 kali. Jika anggota tersebut kemudian mendapat peringatan ketigakalinya, maka namanya akan diumumkan di media massa melalui Rapat Paripurna. ”Kita telah menyiapkan nama-nama yang akan diumumkan,” ujarnya.
Terkait mulai sepinya dewan tersebut, menurut pengajar Fisipol UGM, Arie Sujito MSi merupakan akses dari diberlakukannya suara terbanyak untuk duduk di legislatif oleh partai masing-masing. Ketika MK kemudian memutuskan hal yang sama, peluang anggota legislatif yang mencalonkan kembali kian terbuka, meski berada pada nomor besar.

Menurut Arie, sebetulnya masyarakat Indonesia belum siap dengan sistem suara terbanyak. Alasannya, banyak yang belum mengetahui caleg yang ditampilkan partai.

Arie melihat, sistem politik di Indonesia adalah dengan tenaga tinggi. Sedangkan partai politiknya justru dengan tenaga rendah. Partai sendiri memang sebetulnya belum siap terhadap konsep suara terbanyak. Untuk melaksanakan sistem ini, butuh pengawasan, baik menghindari persaingan berlebihan antar caleg serta menurunnya kinerja legislatif karena ditinggal anggotanya berkampanye.
”Selain itu, dengan suara terbanyak ini, akan menciptakan persaingan antar caleg kian tinggi. Buntutnya adalah terjadi pertentangan antar kader sendiri dalam satu partai,” tambahnya.
Dari kenyataan ini, sebetulnya sistem suara terbanyak cukup bagus untuk diterapkan. Namun di Indonesia masih butuh waktu.

Secara terpisah, Capres dari Partai Indonesia Sejahtera (PIS) Sutiyoso sangat menyetujui dan menyatakan keputusan MK soal suara terbanyak untuk caleg 2009, dalam pemilu mendatang merupakan sebuah keputusan yang bagus. ”Bagus sekali dan saya pribadi sangat mendukung keputusan MK serta hal ini untuk kepentingan demokrasi”, demikian disampaikan Sutiyoso usai menyerahkan bantuan 1 buah mobil ambulans standar internasional ke masyarakat Muara Angke, Jakarta Jumat (26/12).

Sedangkan Presiden PKS Tifakul Sembiring merespon positif putusan MK tersebut. ”Kita sudah siap dan tidak ada masalah, hal itu dikarenakan dari awal PKS sudah jauh hari menyikapiya”, ujar Tifakul.
Sedangkan Ketua Umum Partai Hanura Wiranto mengatakan keputusan MK ini merupakan kemenangan bagi rakyat dan patut disyukuri, karena MK benar-benar menghormati hak rakyat,” imbuhnya.(Jon/Mgn/Ati)-n

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir

Bebas 2 Pekan, Napi Asimilasi di Yogya Diciduk Gegara Nyolong Motor