Lima Desa Wisata Mati Suri

RADAR JOGJA - SLEMAN- Sebanyak lima kawasan desa wisata di wilayah Kabupaten Sleman dinyatakan mati suri atau non aktif akibat tidak adanya kepengurusan.. Lima desa wisata tersebut meliputi Garongan, Gabugan dan Dukuh di Kecamatan Turi, Pajangan di Kecamatan Sleman serta Candiabang di Kecamatan Berbah.

Pengurus Sekretariat Desa WisataAgus Hartono mengungkapkan, kekosongan kepengurusan desa wisata terjadi akibat sepinya tamu yang berkunjung ke lokasi tersebut atau dinilai belum menguntungkan. "Itu mulai terasa sejak gempa hingga sekarang benar-benar mati suri," katanya, kemarin.

Hal itu sungguh disayangkan. Pasalnya, potensi yang ada di desa wisata tersebut menjadi tidak berkembang. Termasuk beberapa polesan yang ditujukan untuk menarik wisatawan.

Misalnya di Garongan dengan kolam pasar ikan, trakking dan camping ground, Gabugan dengan monument salak dan potensi pertaniannya, Dukuh denngan perikanan dan bangunan-bangunan Joglonya. Pedalangan serta Pajangan dengan seni karawitan dan Candiabang dengan budaya serta situs candi dan goa.

Padahal jumlah pengunjung desa wisata di wilayah Sleman, secara akumulatif terbilang selalu meningkat. Tahun 2008 mencapai lebih dari 50 ribu pengunjung.

Untuk membangkitkan lagi semangat desa wisata yang mati suri, kepengurusan diserahkan ke pihak pedukuhan setempat.

Kasie Objek Daya Tarik Wisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sleman Arief Bowo Laksono mengatakan meski ada yang mati suri, namun ada satu kawasan yang telah mencanangkan sebagai kampung wisata. Yakni Sukunan, Banyu Raden, Gamping yang menonjolkan pengelolaan sampah menjadi kerajinan sebagai daya tarik. Diantaranya mengolah sampah anorganik menjadi pernak-pernik seperti tas, baju, pot. Dan juga pengolahan batako.

Arief mengatakan saat ini di wilayah Sleman terdapat 36 lokasi kawasan wisata yang terdiri dari 25 desa wisata dan 11 wisata desa. Artinya, di desa wisata, pengunjung bisa langsung berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Di sana juga ada homestay dan penginapan. Sementara di wisata desa pengunjung bias cukup dengan berkeliling desa sambil melihat-lihat. "Di desa wisata selalu ada ciri-ciri unik yang menjadi kekhasan kawasan setempat," terang Arief. Dari 26 desa wisata, 9 diantaranya telah mandiri, 15 desa masa perkembangan dan 1 kawasan tumbuh menjadi desa wisata. Sedangkan untuk wisata desa terbagi 7 desa mandiri, 1 desa berkembang dan 3 desa embrio. Maksudnya berpotensi menjadi desa wisata dengan jumlah pengunjung yang cukup banyak.

Menurut Arief, kendati minat pengunjung ke desa-desa wisata relative besar, namun pemerintah belum atau tidak menarik retribusi sebagai tambahan PAD. Areif beralasan hal itu demi pemberdayaan masyarakat desa setempat agar menikmati hasil untuk lebih mengembangkan potensi yang ada. "Soal kebijakan itu ada di tangan pimpinan," katanya. (yog)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir

Bebas 2 Pekan, Napi Asimilasi di Yogya Diciduk Gegara Nyolong Motor