Marketing Politik Belum Sepenuhnya Dipahami Caleg

RADAR JOGJA- Ketatnya persaingan merebut suara membuat para caleg mengupayakan kampanye sekreatif mungkin. Persaingan ketat, mau tak mau, membuat para caleg harus pintar mengatur strategi "menjual diri". Tidak bisa disangkal, kehidupan politik saat ini butuh penanganan marketing serius. Namun sejauh ini, terminologi marketing politik masih dianggap sebelah mata oleh sebagian pihak.

Dosen Program Pascasarjana FE UI Firmanzah menuangkan pandangannya tentang marketing politik ke dalam buku berjudul sama, Marketing Politik. Diskusi mengenai buku terbitan Yayasan Obor Indonesia (YOI) berlangsung di Ruang Seminar Fisipol UGM kemarin. Tak hanya menghadirkan sang penulis, bedah buku dan diskusi ini menghadirkan Ketua DPRD Kota Jogja Arif Noor Hartanto dan pengajar Fisipol UGM Kuskrido Ambardi.

Firman menjelaskan masyarakat masih ambigu memandang marketing politik. Selama ini, marketing identik dengan penjualan barang, sehingga marketing politik sering berkonotasi negatif. "Sebenarnya, marketing kan tidak hanya berjualan. Marketing artinya memasarkan dengan perhitungan yang cermat dan efektif," kata pengajar di jurusan Manajemen ini.

Buku setebal 360 halaman ini menyoroti perlunya marketing politik bagi para caleg. Sistem pemilu mengharuskan caleg berkampanye segencar mungkin. Berkampanye efektif banyak diartikan caleg dengan memasang baliho dalam jumlah banyak. Seringkali dengan tulisan atau gambar yang nyleneh.

"Sekarang ini kita sering mendapat hiburan dengan baliho caleg yang luar biasa macamnya. Kadang ada yang sangat nggak nyambung dan jauh dari pokok masalah, yang penting menarik perhatian," keluh Kuskrido Ambardi.

Peneliti di Lembaga Survey Indonesia (LSI) ini menyimpulkan, marketing politik yang selama ini dilakukan para caleg tidak fokus pada isu yang dihadapi masyarakatm tapi pada hal lain. "Misalnya ini. Apa korelasi antara memperbaiki karakter bangsa dengan makan dengan tangan kanan?" tandasnya sambil menunjuk slide foto baliho seorang caleg.

Marketing politik, menurut Kuskrido harus bisa memetakan dengan benar apa tujuan caleg, apa minat dan fokusnya, siapa targetnya, sampai dengan bagaimana mengelola dukungan.

Ketua DPRD Kota Jogja Arif Noor Hartanto menyadari marketing politik adalah hal yang penting. Marketing politik bisa membuat kampanye lebih terkonsep. "Sebenarnya, seorang caleg mungkin biasa-biasa saja. Tapi marketing politik bisa mengubah segalanya," ujar pria yang akrab disapa Inung.

Buku ini, menurut Inung, bisa menjadi acuan yang tepat. Sayangnya, tipologi pemilih kurang detil. "Bukan rahasia lagi jika kami, para politisi, tidak suka dengan hal-hal yang detil. Maunya yang instan. Makannya, pemaparan di buku ini sebaiknya lebih detil, sehingga kami juga mendapat ilmu," tambahnya. (luf)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir

Bebas 2 Pekan, Napi Asimilasi di Yogya Diciduk Gegara Nyolong Motor