Program Pemerintah Membuat Sengsara...

Tak selamanya program pemerintah memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Justeru sebaliknya, ada sebagian warga menjadi susah akibat adanya program pemerintah. Salah satunya, perajin kompor yang ada di Bangtuntapan Bantul yang kini terancam gulung tikar akibat adanya program konversi dari minyak tanah ke gas.

Akibat program itu, saat ini keahlian mereka membikin kompor minyak tanah (minah) menjadi berkurang karena tidak adanya order yang masuk. Hanya di tengah situasi yang tidak menguntungkan itu, perajin merasa optimis, keahlian mereka masih dibutuhkan.

“Bagaimanapun, apa yang dilakukan oleh pemerintah dengan menganti kompor minah ke kompor gas itu akan tetap kami sesali. Selain sudah mematikan kami, kenangan akan memasak dengan minyak tanah juga sudah sedikit menghilang,” jelas Markus Alshira (50) perajin kompor minyak tanah yang beralamatkan di Banguntapan, Bantul.

Karena sepinya pesanan pembuatan kompor minah, akhirnya untuk tetap mendapatkan penghasilan Markus sejak beberapa waktu merubah haluan dengan tidak mengandalkan kompor minah sebagai produk utamanya, namun semua pesanan barang yang bisa dikerjakan diterima.

Ditemui di ruang kerjanya yang berada di samping rumah, Markus menceritakan bahwa dulu sebelum adanya program ini, dirinya yang selalu bekerja sendiri ini bisa menghasilkan 10 kompor minah dalam satu minggu. “Waktu itu saya tidak takut jika tidak laku, karena setiap saat pasti kompor itu dicari oleh para pedagang untuk dibawa ke luar kota,” katanya sambil terus melakukan pekerjaannya.

Apa yang terjadi sekarang ini sangat berbeda, satu bulan sekali mendapatkan pesanan kompor minah dari pedagang sudah bisa dikatakan bagus. Namun yang lebih banyak sekarang ini, Markus mengerjakan produk-produk lain semisal anglo, lampu minyak, tempat menanak nasi, dan sekop tangan yang proses pembuatannya serta bahannya hampir sama dengan pembuatan kompor minah.

“Tidak usah saya sebutkan berapa penghasilan saya dari sini, namun yang jelas saya tetap harus bersyukur karena masih mendapatkan rejeki dari atas. Tapi saya tetap yakin, bahwa selama minah masih ada keberadaan kompor minah akan tetap terus dibutuhkan. Dan terlebih lagi, saya mendengar banyak orang yang trauma dengan hal-hal negatif yang disebabkan oleh kompor gas yang ada sekarang,” lanjutnya lagi.

Ketika ditanya mengenai bantuan dari pemerintah, baik dari modal maupun bantuan yang lain semisal pelatihan agar perajin ada inovasi untuk mengembangkan produk yang lain, Markus yang ditemani istrinya hanya menggeleng. Baginya sekarang ini yang dibutuhkan oleh para perajin kompor minah termasuk dirinya, bukan lagi pelatihan-pelatihan yang akan menyita banyak waktu mereka.

“Kami hanya membutuhkan modal untuk semakin memperbesar atau sebisa mungkin melanjutkan usaha ini supaya tidak mati dan mencari pasar baru, sebab pasar yang ada sekarang ini sudah jenuh dan jarang melakukan pemesanan lagi,” pungkas Markus.

Hal senada juga diamini para pedagang kompor di sepanjang Jalan Wonosari. Hari, salah satu pedagang mengatakan sejak kompor gas diluncurkan penjualan kompor minah di tokonya sepi.

“Saya sejak beberapa bulan lalu sudah tidak ambil lagi pasokan kompor minah dari perajin. Karena yang tahu sendirilah, bahwa dagangan kompor yang sudah kita ambil dari mereka sangat jarang lakunya. Jika pun memesan, bisa jadi itu hanya satu bulan sekali,” jelasnya.

Karena itulah, sebagai seorang pedagang hari sekarang ini lebih banyak mengandalkan berbagai barang-barang yang rasanya masih dibutuhkan oleh konsumen semisal anglo dan berbagai peralatan memasak.(Wartawan Harian Jogja/Kukuh Setyono)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir

Bebas 2 Pekan, Napi Asimilasi di Yogya Diciduk Gegara Nyolong Motor