Tidak Semua Anak -anak Kenal Dolanan Bocah

Lebih Suka Nonton TV Daripada Dolanan
Masa-masa usia dini, dibawah lima tahun, adalah masa bermain. Bertahun-tahun lalu, jamak dijumpai anak-anak yang bergerombol di halaman dan bermain bersama. Dolanan bocah, dengan lagu-lagu sederhana yang dekat kehidupan sehari-hari. Anak-anak sekarang? Mereka (ternyata) lebih senang menonton TV. Ketiga gadis cilik berusia lima tahun itu sedang tegang. Mereka harap-harap cemas menunggu keputusan dewan juri Lomba Dolanan Anak Tingkat TK dan PAUD Se-DIJ. Sekolah mereka, TK Islam Tunas Melati, adalah salah satu peserta lomba yang diadakan jurusan seni tari UNY itu.

Pias kecewa terlihat begitu MC melewatkan nama sekolah mereka sebagai juara harapan atau utama. Syifa Kalila, Keruna Putri Aditya dan Gina Yuan Alifia tidak bisa menyembunyikan rasa sedihnya karena kalah lomba.

Sementara Gina memandang iri tim lain yang bersorak dan menuju panggung untuk menerima penghargaan, Syifa dan Keruna sibuk berdebat. "Pasti gara-gara kita tadi narinya nggak kompak. Kamu sih tadi salah gerakan tangannya," tutur Syifa pada Keke, panggilan akrab Keruna.

Gadis berkuncir kuda itu tidak mau kalah. Dia beralasan waktu latihan mereka kurang. "Kita kan Cuma latihan lima hari. Makannya aku masih suka lupa," bela Keke. Gina lebih sedih lagi. Matanya sedikit berkaca-kaca sementara ayahnya, Gunawan, sibuk menghibur.

"Sudah tidak apa-apa. Besok pasti ada lomba lagi. Nanti menang. Sekarang yang menang teman-teman TK lain," bujuknya. Keke dan Syifa juga dihibur orang tua masing-masing. "Tidak apa-apa tidak menang lomba, yang penting tadi senang kan nari bersama?" papar Ibu Syifa sambil menggendong adik Syifa yang masih bayi.

Dihibur seperti itu, wajah ketiganya berubah riang. "Besok main dolanan lagi ya," ajak Syifa pada kedua temannya. Dolanan, bagi mereka, adalah hal yang baru dipelajari. Tidak setiap hari mereka bisa bermain seperti itu.

Karena merupakan anak tunggal, Gina tidak punya partner untuk bermain di rumah. Anak-anak kecil di lingkungan tempatnya tinggal juga tidak akrab lagi dengan dolanan bocah. Ketika ditanya lebih sering dolanan atau nonton TV, dia menjawab cepat, "Nonton TV dong! Aku senang sekali nonton film-film kartun di TV. Pokoknya tiap hari pasti nonton TV," tuturnya terus terang.

Kesenangan Gina menonton TV dibenarkan ayahnya. "Memang dia tidak punya teman kalau mau bermain dolanan. Adanya TV, makannya dia jadi terbiasa nonton TV. Tapi saya sudah berusaha mengurangi dengan membelikannya beberapa CD musik dolanan bocah," terangnya.

Keke juga lebih suka nonton TV. Dia bahkan fasih menyebut beberapa judul sinetron yang sedang ngetop di layar kaca. "Tapi ternyata dolanan enak juga ya. Besok kalau ada lomba lagi, harus latihan lebih sering," tekadnya.

Jawaban ketiga gadis mungil itu serupa dengan jawaban puluhan peserta lomba lainnya. Mereka tidak lagi akrab dengan dolanan bocah semacam jamuran, gotri, atau sekedar lagu-lagu anak berbahasa Jawa. Ketika bermain bersama di atas panggung, mereka tidak hafal lagu-lagu atau jenis permainan sekolah lain. Yang mereka hafal hanya lagu yang dibawakan sekolah mereka sendiri. Paling hanya Gundul-gundul Pacul dan Suwe Ora Jamu yang masih lekat di ingatan.

Bila Syifa, Keke dan Gina sedih siang itu, lain lagi dengan Sapna. Bocah bernama lengkap Sapna Salsabilla itu adalah siswa TK ABA Sukoharjo yang memenangkan juara harapan 1. "Nanti aku mau ngasih tau teman-teman, saudara, dek Novi dan Mbak Putri," tuturnya. Dua nama terakhir adalah teman bermainnya sehari-hari.

Sapna mengaku senang bisa menang. Dia dengan patuh mengantri untuk difoto sendiri-sendiri dengan piala hasil kejuaraan. "Senang bisa menang. Senang juga bisa menari dan bernyanyi dengan banyak teman-teman," ujarnya di antara riuh kemenangan yang ramai disuarakan kelompok pemenang.

Wali kelas mereka, Retno Prabandari, menjelaskan pelajaran menari dan bernyanyi dalam bahasa Jawa sudah menjadi muatan lokal di TK mereka. Untuk pelajaran menari, mereka mendatangkan guru tari khusus. "Kami memasukkan menari dan menyanyi dalam bahasa Jawa sebagai muatan lokal. Semoga besok porsinya bisa ditambah. Sampai saat ini, kami mengajar dalam dua bahasa. Kadang dengan bahasa Jawa, kadang bahasa Indonesia," tuturnya.

Siang itu, 12 murid TK ABA Sukoharjo membawakan dolanan jamuran. Jenis permainan itu sederhana namun bisa memupuk kebiasaan anak untuk bersosialisasi dengan lainnya. Ketua Panitia Panitia Lomba Dolanan Anak, Kusnadi menyatakan dolanan anak mengenalkan nilai kebersamaan. "Tidak hanya nilai kebersamaan tapi juga solodaritas. Hal ini tidak bisa ditemukan dalam permainan modern yang cenderung individualistis," tuturnya. ***

LUTFI RAKHMAWATI, Jogja

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir

Bebas 2 Pekan, Napi Asimilasi di Yogya Diciduk Gegara Nyolong Motor