PAN Kota Jogja Hadapi Dilema

RADAR JOGJA - Cobaan berat memang sedang dihadapi Partai Amanat Nasional (PAN) saat ini. Bagaimana tidak, partai reformis itu kini terbelah menjadi tiga bagian dalam memberikan dukungannya di pilpres nanti. Setelah Soetrisno Bachir yang cenderung memberikan dukungan bagi Mega Pro dan DPP Pusat yang digawangi oleh Patrialis Akbar mendukung SBY-Boediono, kemarin secara resmi kelompok Drajad Wibowo mengalihkan dukungannya ke JK-Win di Jakarta. Hal tersebut tentu berimbas bagi massa di daerah, seperti Jogjakarta.

"Ini adalah hal yang sangat menyedihkan bagi kader PAN dan saya sangat menyayangkan sekali sikap partai yang akhirnya terbelah. Saat ini kami seperti menghadapi buah simalakama dan dilema," ujar Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah PAN Kota Jogjakarta Iriawan Argo Widodo saat ditemui di Gedung DPRD Kota Jogjakarta. Menurut Iriawan, banyak faktor yang membuat PAN terbelah. Antara lain karena proses rakernas Jogja yang sudah mengunci dukungannya ke SBY. "Dan ketika SBY memilih Boediono jadi wapres, PAN tidak bisa berbuat apa-apa. Padahal figur Boediono sangat tidak sesuai dengan platform PAN," kata Iriawan.

Meski Boediono membantah neolib, sambung Iriawan, toh track recordnya tak bisa diabaikan bahwa dia adalah seorang yang cenderung mengutamakan kepentingan global atau asing. "Jadi kami memang kecewa berat dengan pemilihan figur Boediono itu," sambungnya. Apalagi pada pelaksanaanya PAN merasa tidak diajak konsultasi mengenai pemilihan Boediono. Dan bila DPP PAN tetap mendukung SBY-Boediono, itu lebih demi menjaga konsistensi dan menjaga konsistensi keputusan formal partai. "Dan implikasinya di Jogja adalah tetap menjadi tim sukses SBY-Boediono," ujarnya. Sedangkan figur Mega dinilai kurang berhasil selama pemerintahannya, dengan banyaknya aset-aset bangsa yang terjual.

Untuk itulah, tak heran jika akhirnya Iriawan lebih condong ke JK-Win, yang menurutnya masih sesuai dengan visi misi PAN. Menurutnya JK adalah figur yang sangat memperhatikan sektor riil dan kemandirian bangsa. Contohnya adalah lebih memperhatikan kondisi pasar tradisional dan berani menyatakan bahwa kita mampu membuat sendiri Bandara Hasanudin. " Dan yang lebih utama adalah bahwa JK mau menerima pemiliran Amien Rais yang tertuang dalam buku Selamatkan Indonesia," katanya. Dimana dalam buku itu diantaranya disebutkan bahwa menolak penguasaan asing terhadap aset-aset bangsa. Selain itu, ketokohan JK sebagai kader Muhammadiyah juga menjadi pertimbangannya. Kendati demikian, PAN Kota tetap tidak bisa mengarahkan massanya untuk memilih salah satu capres. "Karena memang ada kesenjangan antara keputusan formal dengan ideologi, nilai dan platform yang diyakini kader PAN. Jadi pilihan kepada capres tertentu itu tidak bisa dipaksakan," paparnya.

Dan pilihan massa PAN yang terbelah tiga ini akan tetap berlanjut hingga pilpres mendatang. Pasalnya, pihak partai sendiri sudah tidak dapat lagi menyatukan persepsinya pada satu pasangan pilpres. "Karena tidak mungkin diadakan rakernas lagi. Jadi sekarang kami bebaskan massa di grass root sesuai dengan hati nuraninya masing-masing. Yang penting tidak golput dan harus tetap memilih salah satunya," ungkapnya dengan nada prihatin. (cw2)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir

Bebas 2 Pekan, Napi Asimilasi di Yogya Diciduk Gegara Nyolong Motor