SATU-SATUNYA DI INDONESIA; Gunungkidul Canangkan 14 Desa Mapan

WONOSARI (KR) - Kabupaten Gunungkidul memberanikan diri melaksanakan program Desa Mandiri Pangan (Mapan) untuk 11 desa pada 2009 ini. Sementara itu program nasional desa pangan hanya satu desa dalam setahun. Keberanian Bupati Gunungkidul, mengingat jika desa mapan hanya ditargetkan satu desa pertahun, maka untuk mencapai desa mandiri pangan dibutuhkan waktu yang cukup lama, karena jumlah desa ada 144 desa.Desa Mandiri Pangan diawali sejak 2007 dan dipilih Desa Planjan Kecamatan Saptosari dan Desa Mertelu Kecamatan Gedangsari, disusul pada 2008 lalu untuk Desa Sumber Wungu Kecamatan Tepus.

Sedangkan desa yang dipersiapkan pada tahun ini menuju desa mapan ada 11 desa di antaranya Desa Candirejo (Semin), Kedungkleris (Nglipar), Watugajah (Gedangsari), Giriwungu (Panggang), Kanigoro (Saptosari), Pampang (Paliyan), Giring (Paliyan), Hargosari (Tanjungsari), Pucanganom (Rongkop), Tileng (Girisubo) dan Tepus (Tepus). Ditetapkannya 11 desa mapan dalam satu tahun ini merupakan satu-satunya di Indonesia.

"Sejak beberapa bulan terakhir ini Bupati Gunungkidul bersemangat untuk melakukan kampanye menyosialisasikan desa mapan bersama kepala dinas terkait," kata Kepala Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Gunungkidul Ir Adi Mursito kepada KR, Jumat (14/8).
Dikatakan Adi Mursito, dipilihnya 11 desa sebagai desa persiapan mandiri pangan ini melihat desa-desa tersebut merupakan desa yang rentan terhadap rawan pangan karena keterbatasan lahan pertanian yang kurang subur.

Di sisi lain wilayah desa tersebut sebenarnya memiliki potensi berbagai tanaman pangan yang bisa dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan pangan secara alternatif.
Keberanian Bupati Gunungkidul untuk mencanangkan 11 desa mapan pada 2009 ini diwujudkan dalam bentuk kerja sama antara Pemkab Gunungkidul dengan Departemen Pertanian RI. Sekaligus Gunungkidul menjadi proyek percontohan desa mandiri pangan.

Untuk mendukung program desa mapan, desa-desa yang dipersiapkan mendapatkan dukungan dana baik dari APBD Gunungkidul 2009 sebesar Rp 700 juta untuk bantuan modal ekonomi produktif dan pembangunan gudang lumbung pangan. Sementara dukungan dari APBD Propinsi DIY sebesar Rp 400 juta untuk bantuan modal usaha kelompok, sedangkan dari APBN Pusat sebesar Rp 770 juta untuk pendampingan dan biaya operasional.

Ditambahkan Adi Mursito, program ketahanan pangan di Gunungkidul sebenarnya mengajak kepada masyarakat agar dalam mengonsumsi pangan tidak terpaku pada beras, namun memanfaatkan sumber pangan alternatif seperti pada zaman dulu. Karena sebenarnya di Gunungkidul terdapat potensi bahan pangan lokal yang akhir-akhir ini sudah mulai ditinggalkan seperti polo kependhem di antaranya garut, ganyong, uwi, gembili, canthel, jawut dan lain sebagainya. "Bahan pangan alternatif tersebut jika diolah dengan berbagai variatif akan menjadi makanan yang disukai," katanya.

Mengantisipasi adanya ancaman El Nino yang berdampak pada musim kemarau panjang, lewat ketahanan pangan diharapkan petani tidak menjual hasil panen gaplek secara keseluruhan, namun diharapkan petani kembali membangun lumbung pangan untuk menghadapi musim paceklik nanti.
Beberapa desa yang ditetapkan menjadi desa mapan sudah mulai membangun lumbung pangan berikut lantai jemur. Lumbung pangan ini kebanyakan dikelola oleh kelompok perempuan, karena selain memiliki budaya telaten dan sabar, kaum perempuan memiliki sifat hemat .(Awa)-g

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir

Bebas 2 Pekan, Napi Asimilasi di Yogya Diciduk Gegara Nyolong Motor