14 Kecamatan Risiko Tinggi Lindu

HARIAN JOGJA - DANUERAJAN: Sebanyak 14 kecamatan di DIY tergolong dalam kawasan berisiko tinggi terhadap gempa bumi. Kebanyakan kawasan berisiko tinggi terhadap gempa bumi terletak di Kabupaten Bantul.

Itu terungkap dalam peluncuran peta risiko bencana DIY, Selasa (15/9), di Hotel Inna Garuda. Selain memaparkan kawasan berisiko gempa bumi, peta risiko bencana juga menampilkan wilayah rawan tanah longsor, tsunami, dan demam berdarah dengue (DBD). Peta itu menampilkan kawasan berisiko bencana dengan kategori tinggi, sedang, dan rendah.

Berdasar peta, 11 kecamatan di Kabupaten Bantul, dan masing-masing satu kecamatan di Kota Jogja, dan Kabupaten Gunungkidul serta Sleman termasuk berisiko tinggi terhadap gempa bumi. Kelimabelas kecamatan itu adalah Kasihan, Sewon, Bantul, Pandak, Bambanglipuro, Pundong, Imogiri, Jetis, Pleret, Banguntapan, Piyungan, Kotagede, Nglipar, dan Berbah. Sementara, 14 kecamatan di DIY juga bersiko sedang terhadap gempa bumi. Adapun, kecamatan lain hanya tergolong berisiko rendah terhadap gempa bumi.

Sementara, kecamatan yang berisiko tinggi terhadap tanah longsor sebanyak 18, terdiri dari tujuh kecamatan di Kabupaten Kulonprogo, empat di Kabupaten Bantul, enam di Kabupaten Gunungkidul dan satu di Kabupaten Sleman. Di sisi lain, juga terdapat 18 kecamatan yang berisiko sedang terhadap tanah longsor dan kebanyakan berada di Kabupaten Gunungkidul. Selain itu, tujuh kecamatan, yakni empat di Kabupaten Kulonprogo dan tiga di Kabupaten Bantul berisiko tinggi terhadap tsunami.

Adapun, risiko tinggi terhadap DBD berada di semua kecamatan di Kota Jogja, empat di Kabupaten Sleman, tiga di Kabupaten Bantul, dan satu di Kabupaten Gunungkidul. Kebanyakan wilayah yang berisiko tinggi terhadap DBD adalah wilayah perkotaan.

Project Officer Safer Communities Through Disaster Risk Reduction (SC-DRR), Adelina Simatupang berkata, peta itu disusun berdasarkan tingkat kerentanan suatu wilayah terhadap ancaman bencana serta kapasitas masyarakat dalam menanggulanginya. Kapasitas itu antara lain terdiri dari tingkat kepadatan penduduk dan partisipasi masyarakat. Menurutnya, peta itu menyajikan data yang lebih rinci daripada peta ancaman bencana.

“Peta ini tidak hanya menampilkan ancaman bencana, tapi juga sejauh mana masyarakat memiliki kapasitas dalam menghadapi bencana. Peta ini berfungsi untuk mengurangi risiko jika suatu wilayah terkena bencana,” terangnya.

Dalam sambutannya, Wakil Gubernur (Wagub) DIY, Sri Paku Alam IX menyatakan, peluncuran peta risiko bencana merupakan tindak lanjut kerja sama antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) DIY dengan SC-DRR dan United Nation Development Programme (UNDP). Menurutnya, peta itu dapat meningkatkan kesiapan pemerintah, masyarakat, dan organisasi non pemerintah dalam menghadapi bencana.

“Paradigma preventif dalam menangani bencana harus ditingkatkan. Selain itu, penanganan bencana harus dilaksanakan secara terpadu, terkoordinasi secara tepat, dan melibatkan masyarakat. Melalui informasi yang sangat terbuka, kami berharap masyarakat memiliki kepekaan, kesiapsiagaan dan mau melakukan tindakan antisipatif dalam menghadapi potensi dan indikasi timbulnya bencana,” ujar Wagub.

Oleh Budi Cahyana
HARIAN JOGJA

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir

Bebas 2 Pekan, Napi Asimilasi di Yogya Diciduk Gegara Nyolong Motor