Mengalap Berkah Dari Grebeg Besar Kraton Yogyakarta

YOGYA (KRjogja.com) - Prosesi Grebeg Besar sebagai tradisi keraton Yogyakarta dalam memperingati hari raya Idul Adha, digelar di pelataran Masjid Agung Kauman Yogyakarta, Sabtu (28/11). Ribuan warga Yogyakarta nampak antusias mengikuti ritual budaya ini, masyarakat Jawa percaya, jika bisa mendapatkan bagian dari gunugan yang diarak, maka segala keinginannya akan mendapatkan berkah.

Dikatakan seorang abdi dalem Kraton Yogyakarta, Riyo Yoso Kanawa, prosesi garebeg ini dikawal oleh bergodho (prajurit. red) dari 10 kesatuan prajurit keraton, Bergodho Wirobrojo, Daeng, Patangpuluh, Jogokaryo, Prawirotomo, Nyutro, Ketanggung, Mantrijero, Bugis dan Surokarso. Total personil ini diperkirakan berjumlah sekitar 550-600 orang.

Dari 10 kesatuan prajurit tersebut, yang bertugas mengawal jalannya gunungan adalah Bergodho Bugis dan Surokarso. Gunungan yang diarak terdiri dari 5 jenis, yakni Gunungan Kakung (pria. red), Putri (perempuan. red), Gepak, Darat dan Papuan. Dimana masing-masing jenisnya memiliki isi yang berbeda-beda.

"Misalnya pada Gunungan Kakung yang berisi sayuran biji-bijian sebagai bentuk perlambang dari lelaki (benih). Sedangkan Gunungan Putri berisi makanan wajik atau yang terbuat dari ketan, dimana sebelum membuat gunungan ini juga diadakan upacara numplak wajik. Selain itu pada gunungan lain juga terdapat berbagai macam rempah-rempah maupun aneka jenis kain yang memiliki perlambang berbeda-beda," terangnya.

Prosesi pengarakan gunungan ini bermula dari bangsal Ponconiti Kompleks Kemandungan Utara untuk masuk Brojonolo dan naik Sitinggil, selanjutnya turun ke Pagelaran dan keluar menuju alun-alun. Dari sini, ghunungan diarak menuju sebelah selatan Ringin Kurung untuk mendapatkan penghormatan berupa tembakan salvo dari prajurit karaton. Setelah itu, perjalanan gunungan diarak menuju ke barat dan masuk halaman masjid Agung Kauman. Di tempat ini, gunungan akan diterima penghulu keraton untuk didoakan dan selanjutnya diperebutkan.

Riyo menjelaskan, ritual garebeg dengan mengarak gunungan ini merupakan perlambang Kraton Yogyakarta berlandaskan pada agama Islam. Selain itu, hal ini juga merupakan wujud syukur Sultan maupun rakyat Yogyakarta atas kemurahan yang diberikan Tuhan dan disimbolkan dengan gunungan. "Ini juga merupakan sedekah raja yang merupakan bentuk demokrasi, dimana hasil bumi di wilayah keraton dihaturkan pada negara dan dikembalikan lagi untuk rakyat," terangnya.

Warga yang meyakini akan berkah gunungan ini tak pernah ketinggalan untuk selalu datang setiap tahun. Salah satunya adalah Asmoredjo yang sengaja datang dari kampungnya di Madukismo. Nenek renta berusia 65 tahun ini rela berdesakan untuk memperebutkan apa yang ada di gunungan. "Ini merupakan berkah kraton. Nanti hasil gunungan ini mau saya tanam di sawah agar bisa panen banyak dan tidak terkena hama," tuturnya. (Ran)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir

Bebas 2 Pekan, Napi Asimilasi di Yogya Diciduk Gegara Nyolong Motor