Banyak Peminat, Harga Masih Mencekik

HARIAN JOGJA - DANUREJAN: Semakin mahal dan sulitnya mencari rumah membuat rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) menjadi pilihan yang tepat saat ini. Peminat hunian ini semakin meningkat, bahkan pihak pengelola maupun Pemkot Jogja harus ‘menyeleksi’ penghuninya. Di balik keadaan ini, ternyata masih banyak orang yang merasa keberatan dengan harga sewa, terutama dari warga miskin.

Sugiyo yang sehari-harinya bekerja sebagai tukang becak di sekitar Rusunawa yang ada di Juminahan mengaku berminat untuk menjadi penghuni. “Kemarin saya mau mengajukan, tapi KTP saya itu penduduk di Nitipuran, jadi mikir. Sementara ini saya numpang sama anak di belakang Rusunawa sama narik becak di sekitar sini,” ungkap Sugiyo, Sabtu (16/1). Selain masalah KTP, Sugiyo juga mengaku terlalu berat dengan harga sewa yang ditetapkan.

“Saya juga mikirin duit sewanya, nek Rp200.000 ya gak kuat. Wong cuma tukang becak tapi kalau harga sewanya bisa kurang dari Rp100.000, kayaknya saya bisa nyewa. Rumah ini sebenarnya banyak sekali peminatnya, karena pendaftaran sudah ditutup dan harganya mahal, semua jadi kayak saya, mikir-mikir lagi,” tutur dia. Ketika ditemui Harian Jogja di depan Rusunawa, pria yang memiliki 3 orang putra ini menjelaskan, kepulangannya ke rumah anak sekadar untuk mandi dan terkadang makan.

Jika sudah lelah dan ingin istirahat, Sugiyo mengaku tidur di dalam becak. Hal ini dilakukannya supaya tidak merepotkan sang anak. “Saya biasa tidur di becak atau pinggir jalan juga enggak masalah. Kalau ingin enak sithik sambil nglurusin kaki ya di pos itu,” ucapnya sambil menunjuk ruang kecil di sisi timur jalan masuk Rusunawa. Walau belum mendapat kesempatan menikmati hunian itu, Sugiyo merasa berutang budi lantaran kerap nunut tidur dan parkir becak di depan Rusunawa.

Untuk mengungkapkan rasa terima kasih, dia membersihkan Rusunawa manakala kotor tanpa diminta siapapun. “Ya enggak enak saja lihat Rusunawa kotor. Nanti jadi omongan orang, belum ditempati kok kotor jadi saya sukarela membersihkan. Kalau besok-besok sudah ada yang menempati terus saya tidak boleh di sini lagi, saya juga tidak keberatan,” tambah pria ini. Keadaan berbeda dialami salah seorang penghuni Rusunawa, yang mengaku bernama Ayah.

Dia bersama keluarga dan 9 rekan lainnya secara resmi telah menghuni Rusunawa tersebut pada April 2009. “Total ada 10 KK yang digusur karena pembangunan Rusunawa ini tapi sesuai perjanjian dengan Pemkot, setelah dibangun kami berhak menempati rumah yang di bawah. Sampai sekarang, belum semua teman saya yang nempati. Masih ada 1 yang belum masuk,” ujar dia. Ketika pembangunan dikerjakan, pria yang bekerja sebagai perajin anyaman lidi ini harus bolak-balik mengontrak rumah.

Untung Pemkot memberikan dana sebesar Rp4 juta per tahun untuk mengontrak rumah. Setelah menanti sekitar 2 tahun, Ayah telah memiliki 1 kamar mandi, 1 dapur, 1 ruangan dan 1 gudang untuk menjemur pakaian. “Saya merasa tidak punya keluhan tinggal di sini walau kecil dan bayar. Fasilitas listrik katanya juga mau ditambah jadi 450 watt kalau sudah resmi terisi semua. Terus ada balai pertemuan. Di belakang juga ada tempat parkir yang bisa jadi ruang terbuka untuk anak-anak juga,” tukas dia. Tambah Rusunawa merupakan solusi tempat tinggal di perkotaan saat jumlah penduduk semakin padat. Saat ini terdapat tiga Rusunawa di Kota Jogja.

Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil) berencana membangun satu Rusunawa tambahan. “Kami masih mencari lahan yang tepat untuk membangun satu Rusunawa tambahan. Tapi ini masih rencana,” ungkap Kepala Dinas Kimpraswil, Eko Suryo Maharsono, pekan lalu. Menurutnya, Rusunawa sangat penting di wilayah perkotaan. Rusunawa dibangun untuk memenuhi kebutuhan perumahan masyarakat kelas menengah ke bawah. Prinsip pembangunan Rusunawa, katanya, harus memenuhi beberapa syarat bagi para pekerja urban. Syarat itu antara lain kedekatan lokasi Rusunawa dengan pusat industri serta berada di lingkungan padat penduduk.

“Rusunawa sangat efektif karena mampu menyediakan banyak tempat tinggal di lahan yang tidak begitu luas. Tempat tinggal dengan bentuk vertikal sangat cocok di di wilayah perkotaan,” ungkapnya. Saat ini terdapat tiga Rusunawa di Kota Jogja, yakni Rusunawa Cokrodirjan dan Rusunawa Tegalpanggung (Jalan Juminahan), keduanya di Kecamatan Danurejan serta Rusunawa di Gowongan milik Pemerintah Provinsi DIY.

“Kami belum memiliki Rusunami dan belum ada rencana mengembangkannya. Saat ini Ruwunawa lebih tepat di Kota Jogja,” katanya. Rusunawa Cokrodirjan memiliki 72 unit hunian dan terdiri dari dua blok hunian empat lantai. Rusunawa itu berdiri di atas lahan seluas 2.991,6 meter persegi. Tiap unit hunia terdiri dari ruang tidur, ruang tamu, ruang keluarga, ruang dapur, kamar mandi dan ruang jemur. Tarif sewa Rusunawa Cokrodirjan berdasar Surat Keputusan (SK) Walikota No.85/2004.

Lantai satu bertarif Rp85.000 per bulan, lantai dua Rp80.000 per bulan dan lantai tiga Rp75.000 per bulan. Adapun Rusunawa Tegalpanggung merupakan bantuan dari pemerintah pusat dengan 68 unit kamar. Saat ini, sebanyak 20 unit telah ditempati oleh 10 keluarga yang dulu tinggal di lahan tempat Rusunawa itu dibangun serta 10 keluarga dari masyarakat Semaki yang terkena penggusuran pembangunan gedung milik Pemerintah Provinsi DIY.

Adapun, penghuni lainnnya masih diseleksi oleh Pemkot Jogja. Sewa ditetapkan 18%-25% dari UMP, yaitu Rp175.000, Rp185.000 dan Rp195.000 atau semakin murah apabila masyarakat bertempat tinggal di lantai paling atas.(edi/dic)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir

Bebas 2 Pekan, Napi Asimilasi di Yogya Diciduk Gegara Nyolong Motor