Hadapi ACFTA, Batik Indonesia Diarahkan Menjadi Green Product

YOGYA (KRjogja.com) - Menghadapi persaingan industri batik Indonesia dengan batik asal China setelah dibukanya ASEAN China Free Trade Area (ACFTA), diarahkan agar batik Indonesia menjadi sebuah green product. Yakni produk dengan bahan alami dari alam, yang diyakini dapat mengurangi biaya produksi.

Kepala Balai Besar Kerajinan dan Batik Departemen Perindustrian, Sardjono mengungkapkan, batik green product dalam waktu kedepan, memiliki prospek pasar yang menjanjikan. Dimana, masyarakat luar negeri seperti dari Eropa maupun masyarakat dalam negeri sendiri mulai melirik produk batik alami. Selain itu, batik berbahan alam tersebut diyakini juga dapat bersaing dengan produk China karena kekhasan yang
dimiliki.

"Kami memang mulai mengarahkan pengrajin batik untuk dapat mengembangkan industri batik khususnya dengan pewarna alami. Ini merupakan rencana strategis pada 2014 agar semua pengrajin batik di Indonesia memiliki hasil karya green product," terangnya di Yogyakarta, Jumat (15/1).

Ia menuturkan, pihaknya tetap optimis menghadapi persaingan industri batik dengan China. Sebab, secara khusus, produk batik dari Indonesia memiliki kekhasan tersendiri dibandingkan batik dari luar negeri. Hal tersebut tak hanya diketahui sebagian orang tetapi telah diakui oleh seluruh dunia.

"Secara desain, batik kita tetap nomor satu dibandingkan dengan batik luar negeri. Sebab, desain batik Indonesia itu memiliki filosofi tersendiri yang tidak ditemukan di batik luar negeri. Terlebih, jika kita memiliki ciri khusus lagi dengan menerapkan bahan alami dalam pembuatannya, maka akan semakin menjadi daya tarik pasar," tuturnya.

Sardjono mengakui, kekhawatiran pelaku industri batik untuk dapat bersaing dengan produk China adalah karena segi harganya yang jauh lebih murah. "Karena itu, green product merupakan salah satu solusi. Sebab dengan bahan alami seperti pada pewarnanya, maka kita tinggal mengambil bahan dari alam. Kemudian, proses setelah itu untuk limbahnya tidak perlu diolah lagi karena ramah lingkungan. Ini jelas akan mengurangi biaya produksi yang menjadikan harga produk kita bisa bersaing," ujarnya.

Lebih lanjut dikatakan, saat ini kesiapan pelaku industri batik di Indonesia dalam menciptakan green product sudah cukup matang. Terbukti dengan beberapa pelaku industri yang mulai menerapkannya seperti di wilayah Imogiri. Hanya saja tetap perlu ada penelitian lebih lanjut untuk ketersediaan bahan alam yang konsisten serta peningkatan kualitas dari segi kelunturan warna dan lainnya.

"Bahan pewarna alami misalnya dari kulit kacang, akar-akaran dan daun sudah tersedia di alam. Tetapi tetap perlu pengembangan lebih lanjut agar bahan alam tersebut bisa konsisten tersedia untuk jangka waktu kedepan. Dari segi pemasaran sendiri juga diperlukan semacam paguyuban untuk menyalurkan produk batik di tiap daerah hingga pasar luar negeri. Sehingga pelaku industri yang modalnya minim tetap bisa menyalurkan produknya. Selain itu perlu juga adanya perlindungan hak cipta untuk ciri khas batik masing-masing daerah," imbuhnya. (Ran)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir

Bebas 2 Pekan, Napi Asimilasi di Yogya Diciduk Gegara Nyolong Motor