Ngayogyakarta Serambi Madinah


HARIAN JOGJA: Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat siap memproklamirkan diri sebagai Ngayogyakarta Serambi Madinah. Konsep ini digadang-gadang akan mendukung keistimewaan DIY. Konsep daerah yang terinspirasi dari Piagam Madinah ini tengah digodok oleh Keraton dan ditargetkan selesai Maret tahun ini. Menurut Keraton, konsep Serambi Madinah ini ke depannya bukan hanya milik umat Islam, melainkan milik seluruh masyarakat Jogja.

“Saat ini kami bersama berbagai elemen sedang membahas secara periodik mengenai konsep Serambi Madinah,” jelas Penghageng Kewedanan Hageng Panitrapura Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat GBPH Joyokusumo.

“Pada prinsipnya, ‘Serambi Madinah’ akan menjadi produk budaya, bukan produk agama. Sehingga serambi merupakan milik mereka yang merasa warga Jogja,” tambahnya, kemarin.

Piagam Madinah yang dibuat pada masa kepemimpinan Nabi Muhammad SAW diakui sebagai bentuk perjanjian dan kesepakatan bersama bagi membangun masyarakat Madinah yang plural, adil, dan berkeadaban.

Diakui Gusti Joyo, konsep Ngayogyakarta Serambi Madinah dikaitkan dengan Piagam Madinah, yang pada waktu itu disusun masyarakat Madinah saat kepemimpinan Nabi Muhammad SAW melalui proses dialog.

“Butir-butir Piagam Madinah tersebut ada delapan. Lantas kita mencoba menguraikannya dengan kondisi Ngayogyakarta sejak dari masa Sri Sultan Hamengku Buwono I sampai masa Sri Sultan Hamengku Buwono IX,’’ katanya.

Digagas MUI
Awalnya konsep Ngayogyakarta sebagai Serambi Madinah telah dideklarasikan secara sepihak oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) DIY, beberapa hari sebelum memasuki Bulan Suci Ramadan tahun lalu.

Lantas Keraton bersama beberapa organisasi masyarakat di DIY membahasnya secara matang. “Mereka yang terlibat adalah organisasi Islam, dan umat beragama lain yang tergabung dalam Forum Komunikasi Umat Beriman (FKUB). Serta, sejumlah kalangan dari perguruan tinggi,” tambah Gusti Joyo.

Piagam Madinah bisa dianalogikan dengan kondisi DIY yang dipenuhi pendatang. “Dan di bawah kepemimpinan Ngarso Dalem Ngayogyakarta suasana bisa tetap kondusif. Konsep Ngayogyakarta Serambi Madinah akan menambah makna keistimewaan DIY yang selama ini sudah terkenal sebagai kota pelajar, pariwisata, dan kota yang betoleransi.”

Ditambahkan adik kandung Sri Sultan Hamengku Buwono X ini, pembahasan konsep Ngayogyakarta Serambi Madinah ditargetkan akan selesai Maret tahun ini. “Sebelum launching, kami akan berkonsultasu dengan Sri Sultan,” katanya.

Posisi Sultan dalam konsep Serambi Madinah, nantinya sebagai ‘patron’. “Beliaulah nantinya yang akan mendeklarasikan. Sekaligus akan memberikan imbauan atau perintah kepada masyarakat. Dalam kaitan produk budaya itu bisa dikembangkan dalam menata masa depan kehidupan di DIY,” kata dia.

Terobosan positif
Sosiolog UGM Ari Sujito berpendapat, konsep Ngayogyakarta Serambi Madinah adalah sebuah terobosan baru untuk mendukung keistimewaan DIY. Apalagi spirit dari konsep tersebut adalah menghargai pluralisme.

Namun Ari menambahkan, konsep Ngayogyakarta Serambi Madinah akan benar-benar mendukung keistimewaan DIY jika dimasukkan dalam draft RUUK. Selama konsep tersebut tidak ada dalam draft RUUK maka hanya akan hadir sebagai wacana.

“Keraton harus mengclearkan konsep ini ke publik serta pemerintah pusat dan lantas diperdebatkan. Dengan harapan bisa dimasukkan dalam draft RUUK,” tambah Ari.

Kesamaan sejarah
MUI memiliki alasan sendiri mengapa mendeklarasikan Ngayogyakarta Serambi Madinah. Ditilik dari segi sejarah, perjalanan Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah ternyata memiliki kesamaan dengan kisah bergabungnya Jogja dengan NKRI.

“Muhammad yang berkedudukan sebagai kepala agama sekaligus kepala pemerintahan bersama umat muslim saat itu hijrah dari Mekkah ke Madinah. Keadaan ini serupa dengan keadaan DIY. Waktu dikejar-kejar Belanda, Bung Karno meminta izin Sultan agar bisa melindungi RI, jadi posisi Sultan HB IX sebagai pelindung atau pemberi suaka,” jelas Sekretaris Umum MUI DIY Ahmad Mukhsin Kamaludiningrat saat dihubungi Harian Jogja, tadi malam.

Keadaan Madinah menurut Ahmad juga memiliki kesamaan dengan Jogja yang identik dengan nuansa keragaman. Jogja sebagai miniatur Indonesia memiliki keberagaman agama, budaya, dan suku. Madinah, sebagai sebuah daerah juga memiliki keragaman agama yaitu Kristen, Yahudi dan Islam.

Konsep Nagyogyakarta Serambi Madinah pertamakali diusulkan MUI pada 19 Agustus 2006, dan saat itu proses pembahasan RUUK tengah panas. “Konsep ini lantas dibahas oleh tiga pihak, yakni keraton, Kanwil Depag, dan MUI. Setiap tahun, konsep ini terus disosialisasikan sehingga dikenal masyarakat. Puncaknya, pada 28 September 2009, ketiga pihak menandatangani MoU di Masjid Rejodani [Keraton], isinya sama-sama bertekat menjadikan Jogja sebagai Serambi Madinah,” jelas Ahmad.

Konsep Serambi Madinah untuk DIY lebih ditujukan untuk menjaga dan menghargai keragaman.

Oleh Andreas Tri Pamungkas, Mediani Dyah Natalia, & Laila Rochmatin
HARIAN JOGJA


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir

Bebas 2 Pekan, Napi Asimilasi di Yogya Diciduk Gegara Nyolong Motor