Nguri-Uri Seni Tradisi Jathilan

Launching Paguyuban Turonggo Karang Mudho Dusun Karangtengah Nogotirto Gamping Sleman
SLEMAN- Di tengah keriuhan modernisasi, masih banyak kalangan yang peduli dengan seni tradisi. Ini pula yang ditunjukkan warga Dusun Karangtengah Nogotirto Kecamatan Gamping Sleman kemarin (3/1). Patut diacungi jempol, bahwa kepedulian ini sebagian besar berasal dari para generasi muda.

Mereka menghidupkan kembali kesenian tradisional jathilan yang mulai tergeser. Sebuah pentas perdana mereka gelar di sebuah lahan di kampong setempat. Dan pentas kemarin sekaligus sebagai penanda launching paguyuban seni jathilan yang diberi nama Turonggo Karang Mudho.

Menurut Ketua Paguyuban Turonggo Karang Mudho Dusun Karangtengah Nogotirto Gamping Sleman Mulyanto, ini adalah upaya mereka untuk ikut melestarikan kesenian tradisi, sekaligus model penyatuan segenap eleman masyarakat. "Ini sekaligus menyalurkan potensi warga, khususnya para generasi muda dengan kegiatan yang positif," terang Mulyanto.

Dikatakannya, perkembangan kesenian jathilan di wilayah ini memang sempat mengalami pasang surut. Beberapa tahun lalu, generasi sebelumnya pernah menghidupkannya. Namun, seiring perkembangan zaman sempat mengalami kemunduran. Dan kali ini dengan tekad akan dikelola secara serius, mereka mengikrarkan diri dengan membentuk paguyuban ini.

Konsekuensi dari itu, lanjut Mulyanto, pihaknya akan terus meningkatkan kemampuan para personil yang mencapai puluhan orang. Mulai dari penari, pengrawit (penabuh gamelan, Red), sampai dengan tim pendukung lainnya. Setelah launching ini, sekaligus membuka kesempatan kepada masyarakat bisa nanggap (mengundang, Red) di berbagai kesempatan/ acara.

Menurut koreografer dan piƱata artistik Paguyuban Turonggo Karang Mudho Putranto Wicaksono ke depan, pihaknya akan mengelola paguyuban ini secara lebih professional. "Tak hanya kemampuan para personelnya yang akan terus ditingkatkan, dengan kostum yang menarik, tata musik yang menarik, melainkan koreografi yang akan dibuat semakin menarik," terangnya.

Di setiap pementasan yang biasanya dilakukan dalam empat babak, akan dibuat jalan cerita yang berurutan. Dengan begitu, penonton jathilan yang diinisiasi dari Reyog Ponorogo tidak hanya akan menyaksikan tari- tarian "prajurit" berkuda, Bujang Ganong, munculnya "para celeng", "naga", "anjing", tapi juga jalan cerita yang menarik.

Antusiasme tinggi ditunjukkan warga dalam launching ini. Tua muda, laki-laki perempuan rela menunggui pementasan yang berlangsung seharian itu. Maklum, beberapa bulan sebelumnya mereka hanya bisa menyaksikan latihan saja. Itu pun para pemain belum mengenakan pakaian pentas.

Dan dalam pentas perdana ini, semua pemain mengenakan pakaian pentas sesungguhnya hasil dari swadaya masyarakat. "Sudah ada janji dari pemerintah desa untuk membantu kami meletarikan seni tradisi ini," tegas Mulyanto.(din)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Terekam CCTV, Napi Asimilasi Ini Curi Uang dan Rokok di Pasar Sleman

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir