Jogja dihantui Krisis Air Bersih

HARIAN JOGJA: Krisis sumber air bersih mengancam Jogja. Pembangunan bendungan dirancang. PDAM diminta tak menambah pelanggan. Sleman dan Bantul telah tergalang, namun dari Kulonprogo terdengar suara sumbang. Office Manager Sekretariat Bersama (Sekber) Kartamantul (Yogyakarta, Sleman, dan Bantul), Ferry Anggoro Suryokusumo kepada Harian Jogja, sabtu (6/2) lalu, mengakui Jogja terancam krisi air bersih pada 2020.

Sejumlah antisipasi dirancang, mukai dari pengolahan resapan air hinggi pembangunan bendungan. Penyebab krisi karena banyaknya alih fungsi lahan menjadi pemukiman yang mengakibatkan pengurangan resapan. Sementara sumber mata air Merapi yang diandalkan, mengalami penurunan debit air lantaran penambangan pasir secara jor-joran.

Berdasarkan catatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jogja, penambangan pasir di Merapi sekarang telah banyak beralih menggunakan back hoe yang semula hanya dilakukan secara manual. Dengan menggunakan back hoe bentang alam berubah berubah dengan cepat, tanah- tanah penutup yang mengandung humus hilang.

Parahnya lagi, permintaan pasir Merapi rata- rata 6-9 juta meter kubik per tahun. Padahal, material dari letusan Merapi rata- rata hanya mampu memberikan daya dukung kebutuhan pasir sebesar 2, 5 juta meter per tahun.

Ferry menambahkan untuk memberikan pasokan air baku, Sekber Kartamantul telah mengidentifi kasi daerah mana saja yang berpotensi. Sekber ini tumbuh 2001. Dalam perkembangannya, Sekber memiliki tujuh bidang kajian, yakni masalah persampahan, air limbah, air bersih, transportasi, sektor jalan, drainase dan tata ruang.

Daerah- daerah yang memiliki potensi itu adalah salah satunya di aliran Sungai Tinalah, Samigaluh, Kulonprogo. Menurutnya, Tinalah adalah lokasi tepat sebuah bendungan untuk memberikan sokongan air baku ke Jogja. “Bendungan ini paling tidak sepuluh tahun ke depan sudah ada,” ujar dia.

Namun realisasi rencana itu tampaknya tak mudah. Bupati Kulonprogo Toyo Santoso Dipo telah memberi lampu kuning. Toyo meminta agar Pemprov DIY tidak grusa-grusu. Pertimbangan keuntungan bagi masyarakat Kulonprogo menjadi pertimbangan utama.

“Harus ada pendekatan, jangan asal punya program terus jalan. Selama ini tidak pernah dijelaskan untuk apa, kepentingannnya apa dan manfaat apa yang akan diterima masyarakat Kulonprogo,” kata Toyo, pekan lalu.

Pada prinsipnya Toyo akan mendukung program tersebut apabila memberi lapangan kerja baru bagi masyarakat yang tinggal di desa yang akan terkena dampak dari genangan bendungan Tinalah, yakni Desa Purwoharjo dan Desa Gerbosari, Kecamatan Samigaluh. Pernyataan Toyo sebelumnya juga telah disuarakan warga Kulonprogo. Bahkan beberapa kali warga mendatangi Dewan, meminta kejelasan rencana pembangunan bendungan.

Atas sergahan Toyo, Ferry menilai Bupati Kulonprogo keliru memahami rencana ini. “Jika pemerintah daerah terlalu ribet untuk ikut serta dalam merealisasikannya lantaran pertimbangan anggaran yang masuk dalam PAD itu keliru. Semestinya, pemerintah sudah siap-siap menghadapi ancaman krisis air ini dari sekarang,” katanya.

Sebelumnya, Balai Besar Wilayah Sungai Serayu – Opak mempresentasikan lokasi rencana daerah genangan berada di Desa Purwoharjo (40% genangan) dan Desa Gerbosari (15% genangan), Kecamatan Samigaluh Kulonprogo.

Bendung Tinalah, akan membendung Daerah Aliran Sungai (DAS) Tinalah dengan panjang DAS 10,25 kilometer dan lebar DAS rata-rata 4,57 kilometer. Diperkirakan mampu menampung volume air hingga kurang lebih 41 juta meter persegi dengan asumsi ketinggian bendungan kurang lebih 60 meter.

Sedangkan dalam waktu dekat ini lokasi yang paling siap adalah di Langensari. Fery mengatakan di tempat itu pada 2012 akan dibangun embung. “Gedung Pramuka, kwartir daerah tentu harus direlokasi. Serta Sekolah Dasar (Langensari) secara opsional kemungkinan juga, “ kata dia.

Embung ini berarti menambah jumlah embung yang sudah ada, yakni embung Tambakboyo.

Untuk menjaga keberadaan air bersih di pemukiman warga, Sekber juga telah memberikan pelayanan penyadaran kepada masyarakat agar menghubungkan septic tank rumah tangga ke intalasi Pengelolaan Air limbah (IPAL). Hanya saja dari kemampuan penampungan untuk 110.000 KK, kini yang baru memanfaatkan hanya 11.000 KK.

Kasubid Sumber Daya Air dan Lingkungan Hidup Bidang Sarana dan Prasarana Bappeda DIY, Wahyu Budi Nugoroho didampingi Bambang Bagyo Raharjo mengatakan sebelum sejumlah perencanaan tersebut selesai, pihaknya menganjurkan agar Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) tidak menambah pelanggan.

Sementara, Direktur WALHI Jogja DIY, Suparlan menyampaikan agar Pemprov tidak gegabah dalam mengambil tindakan. Krisis air baku tersebut juga sebagai bukti kegagalan pemerintah dalam membendung maraknya pembangunan- pembangunan kawasan pemukiman.

Terpisah, Kepala Bidang Perkotaan Bappeda Sleman Kunto Riyadi mengatakan Kartamantul pada prinsipnya saling menguntungkan bagi ketiga daerah. “Ini kan sifatnya kerja sama, jadi harus saling menguntungkan,” ungkap dia.

Dikatakan Kunto, Sleman boleh dibilang menjadi pihak yang paling aktif dalam Kartamantul. Pasalnya sejak dibentuk pada tahun 2001 lalu, Sleman berinisiatif menyedikan sekretariat bersama (Sekber) untuk program kerja sama tersebut.

Sedang Pemkab Bantul sangat sadar kondisi air tanah sangat tergantung dari penjagaan sumber air dan alam di kawasan tertinggi yaitu Sleman. “Ibaratnya kita ini seperti memakan buah simalakama. Jika tanpa ada penanganan, saat musim hujan dipastikan wilayah Bantul akan mendapatkan kiriman lebih air dari Sleman. Demikian pula sebaliknya,” jelas Wahyu Ishardani, Kabid Konservasi, Dinas Sumber Daya Air (SDA) Bantul minggu lalu.

Namun membiarkan Sleman berusaha sendiri dalam penanganan dan pengawasan sumber daya air agar tidak merugikan kawasan lainnya rasanya sangat tidak mungkin. Oleh karena itu, penanganan dan pengawasan terhadap kawasan sumber ari di Sleman harus alangkah dipegang provinsi. (SIG/KUK/AMU)

Oleh Wahyu Susilo
HARIAN JOGJA

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Terekam CCTV, Napi Asimilasi Ini Curi Uang dan Rokok di Pasar Sleman

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir