Mereka Tak Lagi Andalkan Turunnya Hujan
HARIAN JOGJA - Suasana kontras terlihat di areal persawahan Dusun Ngemplak II, Umbulmartani, Ngemplak. Tanaman padi milik Trisno Wiharjo terlihat sudah menguning dan siap panen. Sementara tanaman padi di sekitarnya masih tampak hijau, bahkan sama sekali belum menampakkan bulir-bulir gabahnya.
Bagi Trisno ini merupakan pengalaman baru. Dulunya dia juga memiliki pola pikir yang sama dengan para petani lainnya di desanya yakni menunggu turunnya hujan, baru kemudian mulai menanam padi. Kondisi seperti itu tentunya sama sekali tidak menguntungkan bagi para petani. Jika hanya mengandalkan hujan, maka dalam satu tahunnya para petani hanya bisa sekali menanam padi dan dua kali menanam tanaman palawija.
Tidak hanya itu, permasalahan lain yang dihadapi para petani adalah masalah ketersediaan air. Saat musim tanam tiba, para petani berlomba memasok air ke areal persawahan mereka, sehingga para petani di daerah hilir mendapat jatah yang semakin sedikit. Hal itulah yang akhirnya memacu pria yang telah berusia 57 tahun ini untuk mengembangkan inovasi baru dengan sistem yang berbeda dari petani lainnya.
Tanpa menunggu turunnya hujan, sekitar November, tahun lalu, Trisno mulai mengolah lahan. “Lahannya saya bajak meskipun tidak ada air, karena pada saat itu hujan belum turun. Setelah lahan diolah, barulah saya tanami bibit yang telah disemaikan sebelumnya,” ujar dia. Pasca ditanami, dua minggu kemudian lahan mulai disiangi seiring dengan makin banyaknya gulma.
Perawatan tanaman juga dilengkapi dengan pemupukan sebanyak dua kali agar hasil yang diperoleh bisa maksimal. Menurut Trisno, hasil panen padi yang dia tanam dengan sistem gogo tersebut tidak beda jauh dengan hasil petani lain pada umumnya. Untuk satu hektare lahan, bisa diperoleh hasil panen sebanyak 6,11 ton GKG (gabah kering giling).
“Dengan metode seperti ini, saya bisa menanam padi sebanyak dua kali dalam setahun sehingga produktivitasnya akan lebih tinggi. Tanaman palawija juga bisa ditanami sebanyak dua kali,” ungkap anggota kelompok tani (Poktan) Tani Makmur ini. Kepala Bidang Tanaman Padi dan Holtikultura (TPH) Dinas Pertanian
dan Kehutanan Edy Sri Hartanto mengatakan metode tanam yang dilakukan oleh Trisno tergolong masih baru untuk wilayah Sleman. Hal serupa kata dia, banyak dilakukan oleh para petani di wilayah NTB.
Oleh Esdras Idialfero Ginting
WARTAWAN HARIAN JOGJA
Bagi Trisno ini merupakan pengalaman baru. Dulunya dia juga memiliki pola pikir yang sama dengan para petani lainnya di desanya yakni menunggu turunnya hujan, baru kemudian mulai menanam padi. Kondisi seperti itu tentunya sama sekali tidak menguntungkan bagi para petani. Jika hanya mengandalkan hujan, maka dalam satu tahunnya para petani hanya bisa sekali menanam padi dan dua kali menanam tanaman palawija.
Tidak hanya itu, permasalahan lain yang dihadapi para petani adalah masalah ketersediaan air. Saat musim tanam tiba, para petani berlomba memasok air ke areal persawahan mereka, sehingga para petani di daerah hilir mendapat jatah yang semakin sedikit. Hal itulah yang akhirnya memacu pria yang telah berusia 57 tahun ini untuk mengembangkan inovasi baru dengan sistem yang berbeda dari petani lainnya.
Tanpa menunggu turunnya hujan, sekitar November, tahun lalu, Trisno mulai mengolah lahan. “Lahannya saya bajak meskipun tidak ada air, karena pada saat itu hujan belum turun. Setelah lahan diolah, barulah saya tanami bibit yang telah disemaikan sebelumnya,” ujar dia. Pasca ditanami, dua minggu kemudian lahan mulai disiangi seiring dengan makin banyaknya gulma.
Perawatan tanaman juga dilengkapi dengan pemupukan sebanyak dua kali agar hasil yang diperoleh bisa maksimal. Menurut Trisno, hasil panen padi yang dia tanam dengan sistem gogo tersebut tidak beda jauh dengan hasil petani lain pada umumnya. Untuk satu hektare lahan, bisa diperoleh hasil panen sebanyak 6,11 ton GKG (gabah kering giling).
“Dengan metode seperti ini, saya bisa menanam padi sebanyak dua kali dalam setahun sehingga produktivitasnya akan lebih tinggi. Tanaman palawija juga bisa ditanami sebanyak dua kali,” ungkap anggota kelompok tani (Poktan) Tani Makmur ini. Kepala Bidang Tanaman Padi dan Holtikultura (TPH) Dinas Pertanian
dan Kehutanan Edy Sri Hartanto mengatakan metode tanam yang dilakukan oleh Trisno tergolong masih baru untuk wilayah Sleman. Hal serupa kata dia, banyak dilakukan oleh para petani di wilayah NTB.
Oleh Esdras Idialfero Ginting
WARTAWAN HARIAN JOGJA
Komentar
Posting Komentar