PWNU DIY Tak Arahkan Dukungan

YOGYAKARTA (SI) - Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DIY menyatakan,nama-nama kandidat yang bersaing dalam perebutan ketua umum PBNU periode 2010-2015 dalam Muktamar ke-23 di Makassar tidak ada yang sempurna.

Untuk itu, PWNU DIY belum memutuskan atau mengarahkan untuk mendukung salah satu kandidat. Seperti diketahui, setidaknya ada enam kandidat yang bakal bersaingdalamperebutanketuaumum. Mereka adalah Slamet Effendy Yusuf, Said Aqil Siraj, Sholahudin Wachid, Masdar Farid Mas'ud,Ahmad Bagja dan Ulil Absor Abdala. "Para kandidat tidak ada yang sempurna.punya kelebihan dan kelemahan.

Mereka akan hebat jika semua kelebihan yang dimiliki digabung menjadi satu.Kita belum memutuskan memilih yang mana," kata Ketua PWNU DIY Moch Maksum, kemarin. Menurut dia,kriteria untuk menjadi Ketua Umum PBNU tidak hanya sekadar bersih dari catat politik.Namun,kata dia,juga harus memiliki sifat keulamaan, keteladanan, mengusai organisasi manajemen.

"Yang penting, membawa NU ikut mewarnai dinamika pembangunan dan perekonomian bangsa, lebih mewarnai isu-isu yang sifatnya substantif," tegasnya. Maksum mengatakan,PWNU DIY memiliki kriteria yang ketat terkait kandidat ketua umum. "Melihat dinamika politisasi yang sangat aneh bagi NU dewasa ini.

Orang menyebutnya demokratisasi NU. Kami melihatnya, politik dan politisasi NU bukan tak terbatas. Ada akhlaqul karimah dan tradisi keulamaaan yang harus dikawal," jelasnya. Untuk itu, PWNU DIY dalam muktamar yang digelar mulai besok hingga 27 Maret ini mendatang itu akan menyampaikan beberapa program dan visi yang menekankan pentingnya fungsi organisasi. Muaranya membangun mutu keberagamaan dan kesejahteraan warga nadliyin.

Menurut dia, selama ini NU sudah tercabik dalam proses pembangunan di negeri ini. Ironisnya, orang NU mengatakan hal itu sebagai khittahNU."Khittah NU bukan seperti itu. Kita abaikan dengan mengastanama kan khitthah. Ini kan merusak NU," ungkapnya. Menurut Maksum, khittah paling penting dewasa ini adalah khittah ekonomi kerakyataan NU.

Menurut dia, sayangnya khittah yang penting tersebut tidak diimbangi dengan para kader maupun cendikiawan muda NU yang tergabung dalam Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) dan Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LP2NU). "LPNU dan LP2NU mati suri. Ini akar rusaknya pengabdian NU," tegasnya. Pada Muktamar NU ke-23 di Makassar,PWNU DIY akan menyebarkan beberapa buku kepada peserta muktamar.

Buku tersebut antara lain tulisan para ilmuwan NU UGM,tulisan tentang pemberdayaan UKM NU dan lainnya.Buku dan tulisan tersebut mengupas banyak hal misalnya perekonomian NU yang berbicara tentang bagaimana rasionalisasi kemaslahatan akar rumput NU, referensi konsep kader dan kapasitas perekonomian NU serta NU dan tantangan polemik kelembagaan.

"Khittah ekonomis ini penting sekali kalau NU mau hidup atau NU akan dilupakan orang karena eksistensinya tanpa makna bagigrassroot people," paparnya. Terkait persiapan Muktamar NU,PWNU sudah memberangkatkan 45 wakilnya yang terdiri dari lima PCNU di DIY yakni Yogyakarta, Sleman, Bantul, Kulonprogo dan Gunungkidul.

"Mereka sudah berangkat. Mereka sudah tahu kepada siapa mereka akan memilih (ketua umum)," katanya. Aktivis muda NU DIY, Supriyanto berharap, siapa pun yang menjadi ketua umum PBNU mendatang, harus bisa membawa NU lebih bagus dari kepengurusan sebelumnya. "NU bukan organisasi primordial atau sektarian.NU harus menjunjung tinggi keberagamaan, pluralistik dan maju," pintanya.

Kandidat Diminta Patuhi Khittah

Para kandidat ketua umum PBNU diharapkan tetap menjaga khittah nahdliyin untuk tidak berpolitik praktis. Karena itu, para calon harus menjaga independensinya di hadapan pemerintah. Direktur Eksekutif Lembaga Survey Nasional (LSN),Umar S Bakry mengatakan seharusnya para kandidat dalam mencari dukungan tidak membuka peluang adanya intervensi kekuasaan.

Karena itu, langkah KH Said Aqil Siradj dan KH Salahudin Wahid (Gus Sholah) ke kediaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjelang muktamar patut disesalkan. “Ini jelas tidak sehat untuk pembelajaran politik kaum nahdliyin. Secara psikologi, politik NU akan menjadi subordinat kekuasaan. Kedatangan mereka ke SBY sekaligus mengindikasikan bahwa kedua calon Ketum PBNU itu tidak punya rasa percaya diri,” kata Umar saat dihubungi di Jakarta kemarin.

Menurut dia NU di bawah kepemimpinan almarhum KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan KH Hasyim Muzadi telah berhasil menjaga jarak dengan pusat kekuasaan. Namun langkah yang diambil Said dan Gus Sholah dinilai bisa mencederai semangat khittahyang telah disepakati bersama. Hal senada diungkapkan Analis Politik Lembaga Survei Indonesia (LSI), Burhanudin Muhtadi.

Dia menyesalkan undangan presiden SBY terhadap dua kandidat Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siradj dan KH Salahudin Wahid (Gus Sholah),Jumat (19/3). Sementara Said Aqil Siradj meminta kehadirannya atas undangan SBY tersebut jangan dipolitisir. Dia juga meminta kepada semua pihak dan kandidat lainnya untuk berkompetisi secara fair dan berakhlak.

“Saya minta kepada semua, kalau berbeda pendapat, ya kita hargai. Jangan mencaci maki. Gunakanlah akhlaqul karimah,” kata Said. Menurut mantan Katib Am PBNU era Gus Dur ini,pertemuannya dengan SBY sama sekali tidak membicarakan pencalonannya sebagai ketua umum PBNU dalam muktamar nanti. Dia hanya berdiskusi terkait politik kebangsaan dan peran strategis NU ke depan pascamuktamar.

Di tempat terpisah, Rois Aam PBNU, KH Sahal Mahfudz menjelaskan ukuran sukses Muktamar ke-32 NU di Makassar tidak bisa diukur dengan terpilihnya kandidat rais am atau ketua umum tanfidziyahnya. Pasalnya kesuksesan sebuah Muktamar bersifat menyeluruh. ”Ukuran sukses muktamar itu bukan siapa yang jadi Rois Aam dan Ketua Umum Tanfidziyah,” tandas Kiai Sahal Mahfudz saat acara launching Buku Keluarga Maslahah Terapan Fikih Sosial Kiai Sahal di Jakarta,kemarin. (ridwan anshori/nurul huda)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Terekam CCTV, Napi Asimilasi Ini Curi Uang dan Rokok di Pasar Sleman

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir