Pengembang Nakal Masih Beroperasi di Godean

HARIAN JOGJA - SLEMAN: Pembangunan perumahan meningkat di Godean. Hanya proyek di kawasan itu diduga bermasalah. Pasalnya, sejumlah perumahan yang dibangun tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB).

Camat Godean Hadi Mulyono menjelaskan perkembangan pembangunan perumahan di Godean mengalami pertumbuhan pesat. Dua desa yakni Sidokarto dan Sidoarum, banyak dibangun lokasi perumahan. Banyak pengembang yang memanfaatkan tanah yang sudah menjadi lahan pekarangan untuk dibuat perumahan.

“Perkembangannya cukup pesat di mana banyak pengembang yang memanfaatkan tanah pertanian lalu dikeringkan dengan jumlah kapling sedikit,” ujar Hadi Mulyono kepada Harian Jogja, Senin (12/4).

Ia mengatakan kondisi itu banyak terjadi lima tahun terakhir, yakni sebelum adanya pengendalian pertanahan dari Dinas Pengendalian Pertanahan Daerah (DPPD) Kabupaten Sleman. Tapi, katanya pihaknya tidak bisa melakukan kebijakan apapun terkait alih fungsi lahan pertanian tersebut. Sebab, wewenang yang menindak adalah dari DPPD.

Kepala Desa Sidokarto H. Widodo tak menampik dengan maraknya alih fungsi lahan pertanian terutama yang terjadi di wilayah Sidokarto. Tercatat sudah ada 7 perumahan yang terbangun dalam kurun waktu 2003-2008, yakni perumahan Kembang Asri, Pesona Harapan, Pondok Pinang, Mutiara Godean, Bumi Mulia, Palem Indah dan Madani.

“Pengembang membangun di atas lahan seluas 5.000 meter dengan rata-rata 30 kapling rumah, lahan itu tadinya memang lahan pertanian dan sudah dikeringkan lalu dibangun perumahan,” ujar Widodo.

Pengembang itu rata-rata memang sudah berizin, namun lanjutnya di luar itu masih ada pengembang nakal yang tidak memiliki IMB dan langsung membangun perumahan. Pengembang itu membangun perumahan di atas tanah seluas 2.000 meter–4.000 meter, bahkan tak terdapat nama perumahannya. Atau dia menyebut sebagai perumahan kaplingan.

“Mereka itu membeli lahan pekarangan untuk dibangun perumahan dengan jumlah 4-8 kapling, dan rata-rata memang tidak berizin,” jelasnya.

Widodo mengatakan perumahan kaplingan itu terdapat di 4 dusun yakni di Dusun Semarangan, Winokraman, Jetis Prenggan, Sembuh dan Sorolaten. Menurut dia, pengembang itu hanya memiliki sertifikat tanah pekarang saja, namun kemudian lahan itu dibangun perumahan tanpa mencari izin dahulu. Pengembang itu diizinkan warga setempat, karena banyak memberi bantuan sarpras seperti talut, jalan bagi warga untuk memperlicin prosesnya pembangunan. Setelah perumahan jadi baru pengembang itu mengadakan sosialisasi. “Kalau kami memang tidak bisa menindak sebab itu kewenangan dari Pemkab Sleman untuk mengendalikan pemanfaatan lahan,” ujar dia.

Ia menambahkan dampak dari pembangunan perumahan itu terutama soal sampah. Pengelolaan sampah itu banyak tidak maksimal, itu juga dikarenakan minimnya transfer depo sebagai tempat pembuangan sementara. Karena warga perumahan pun juga belum mampu mengelola sampah secara mandiri.(Harian Jogja Cetak/Theresia T. Andayani)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir

Bebas 2 Pekan, Napi Asimilasi di Yogya Diciduk Gegara Nyolong Motor