Tenun Lurik Yogya Terancam Punah

Di Kabupaten Bantul, kini hanya terdapat satu orang pengrajin tenun lurik tradisional.
VIVAnews - Bisnis tenun lurik sebetulnya sangat menjanjikan. Sayang pengrajin tenun ini dari tahun ke tahun terus menyusut. Di Yogyakarta saja pengrajin tenun ini sekarang bisa dihitung dengan jari.

Di Kabupaten Bantul, kini hanya terdapat satu orang pengrajin tenun lurik tradisional. Sementara pengrajin lainnya terdapat di beberapa daerah di luar Kabupaten Bantul.

Salah satu pengrajin tenun lurik tradisional adalah Hany Suharjono (43). Warga Dusun Krapyak, Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Yogyakarta ini mengelola bisnis turun temurun yang sudah berlangsung 48 tahun.

“Di kampung saya ini dulu banyak sekali perajin tenun lurik tradisional, tapi yang dapat bertahan hingga saat ini hanya ini," kata Hany, Selasa, 20 April 2010

Hany adalah generasi kedua di keluarganya yang menekuni tenun lurik. Ayah mertuanya yang merintis usaha ini, Debyo Sumarto, mewariskan puluhan alat tenun tradisional dan lebih dari 30 orang tenaga kerja. “Dengan tenaga kerja yang masih ada dan peralatan tenun, kami bersama keluarga terus melanjutkan usaha dari orang tua,” kata dia.

Rata-rata penenun yang bekerja di PT Kurnia Putra yang dikelolanya, kata Hany, berusia di atas 50 tahun dengan masa kerja 10-25 tahun. Sangat sedikit anak muda yang mau bekerja sebagai penenun. Karena itu Hany mulai khawatir dengan kelangsungan usahanya.

“Dengan tenaga kerja yang usianya sudah di atas setengah abad tentunya hasil tenun tidak akan serapi tenaga kerja usia produktif. Kalau sudah tua, untuk menyulamkan benang pada alat tenun pun akan mengalami kesulitan," paparnya.

Dengan mesin tenun tradisional sebanyak 30 unit yang ada, Hany mengaku dalam satu bulan mampu menghasilkan 4.000 meter kain tenun tradisional dengan lebar 70 sentimeter.

Saat ini harga kain tenun biasa mencapai Rp.23.000 per meter. Sedangkan kain tenun lurik Rp.27.000 per meter. Untuk penjualan, ia mengemasnya dalam ukuran tiga meteran.

Hany menuturkan, benang bahan kain tenun lurik tradisional didatangkan langsung dari Surakarta. Dalam sebelun untuk bahan menenun dibutuhkan sekitar 3 ball benang. Setiap satu bal benang dapat menghasilkan kain tenun sepanjang 1.200 meter. “Harga setiap bal benang mencapai Rp.7.600.000," katanya.

Hany menjelaskan dalam satu bulan omset penjualan kain tenunnya dapat mencapai Rp.70 juta. Omset ini makin besar di saat tahun ajaran baru; bisa mencapai Rp 100 juta.

"Omset kami dalam satu bulan selalu stabil dan tidak terpengaruh adanya krisis ekonomi global, perdagangan bebas Asia-China atau yang lainnya," kata Hany. Dia mengatakan sudah memiliki pangsa pasar tersendiri, baik lokal maupun ekspor. Pasar ekspor yang sudah dirambahnya adalah Selandia Baru, Australia dan Belanda.

Sementara Panut (55) salah satu karyawan tenun yang telah bekerja selama 24 tahun menyatakan dalam satu hari rata-rata dapat menghasilkan 10 meter kain tenun. Untuk setiap satu meter kain tenun luruk ia mendapat upah Rp.3.000-3.500. “Dalam satu minggu saya dapat membawa uang untuk keluarga sebesar Rp.150.000,” katanya.

Laporan: KDW | Yogyakarta (KD)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir

Bebas 2 Pekan, Napi Asimilasi di Yogya Diciduk Gegara Nyolong Motor