Kisruh DPT, Penyebab Utama Pelanggaran Pemilukada

YOGYA (KRjogja.com) - Persoalan Daftar Pemilih Tetap (DPT) dalam pemilukada ternyata masih dinilai sebagai penyebab pelanggaran proses demokrasi. Pasalnya, masih banyak masyarakat yang sudah berhak untuk menyalurkan suaranya, namun tidak tercantum dalam penetapan DPT. Hal tersebut dikemukakan dalam diskusi potensi pelanggaran hak untuk memilih di kantor LBH Yogyakarta, Senin (17/5).

Dalam diskusi yang pihak KPU Sleman, Panwascam Bantul serta kalangan akademisi, anggota Panwascam Bantul Kabupaten Bantul, Tri Haryanta SH menekankan, pasca penetapan DPT Pemilukada Bantul, pihaknya banyak menemukan berbagai permasalahan. Yang menonjol, diantaranya warga yang belum terdaftar maupun pemilih ganda. "Hal ini juga tidak menutup kemungkinan terjadi di Sleman maupun Gunungkidul," terangnya.

Sementara Anggota KPU Sleman, Hamdan Kurniawan menjelaskan, pihaknya sudah berupaya sedini mungkin untuk mengantisipasi persoalan DPT tersebut. Salah satu yang dilakukannya yakni dengan melibatkan mahasiswa PTN di Sleman dalam hal evaluasi data DPT.

"Tentu bagi mahasiswa yang sudah tinggal di Sleman selama lebih dari 6 bulan sudah berhak memilih dalam pemilukada. Hal itu harus dibuktikan dari surat keterangan dari pemerintah desa setempat. Nah, guna melakukan verifikasi tersebut, kami libatkan mahasiswa, baik di UIN, UGM maupun UPN," terang Hamdan.

Selain itu, terkait dugaan DPT ganda yang dilaporkan Panwas Sleman, pihaknya pun langsung melakukan pengecekan di lapangan. Memang, dari beberapa bukti dari Panwas, ada yang tertulis ganda namun banyak pula yang merupakan nama kembar.

"Yang terpenting adalah, apa yang harus kita perbuat setelah mendapat temuan dari Panwas tersebut. Bagi yang terbukti tertulis dobel, langsung dicoret. Khusus untuk NIK, hingga saat ini memang masih belum selesai prose di Depdagri. Sehingga ada beberapa pemilih yang belum memiliki NIK," tambah Hamdan.

Oleh karena itu, solusi yang disarankan oleh Dosen Hukum Tata Negara UAJY, Restu Cipto Handoyo yakni dengan merubah paradigma para penyelenggara pemilukada. Masyarakat memilik hak untuk memilih, sehingga mereka harus difasiliasi secara penuh.

"Jadi, penyelenggara pemilukada jangan pernah lagi meminta warga aktif dalam mendaftar sebagai pemilih. Karena warga itu berhak, maka KPU lah yang harus lebih aktif ke warga-warga. Paradigma ini harus dibangun guna meminimalisir pelanggaran yang mungkin terjadi," ujarnya. (Dhi)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir

Bebas 2 Pekan, Napi Asimilasi di Yogya Diciduk Gegara Nyolong Motor