75% IPAL Komunal diYogya Tak Optimal

YOGYAKARTA (SINDO) – Sebanyak 75% Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal di Kota Yogyakarta belum berfungsi optimal.

Dari 43 buah IPAL komunal yang ada, saat ini baru sekitar sembilan IPAL atau sekitar 25% yang dapat berfungsi optimal mengolah limbah masyarakat Kota Yogyakarta. Perencanaan yang tidak matang saat pembangunan IPAL komunal ditengarai sebagai penyebabnya. Ketua Komisi C DPRD Kota Yogyakarta Zuhrif Hudaya mengatakan, hingga 2009 baru ada enam IPAL komunal yang benar-benar dimanfaatkan optimal oleh masyarakat Kota Yogyakarta. Selama 2010 sudah ada tiga IPAL komunal lagi yang dioptimalkan.

“Tidak optimalnya pemanfaatan IPAL komunal lebih dikarenakan pada saat pembangunan dilakukan perencanaannya tidak dilakukan secara matang. Karena itulah saluran sambungan ke rumah-rumah tangga tidak ada,” paparnya.

Zuhrif menuturkan, pembangunan secara keseluruhan termasuk saluran-saluran ke rumah warga memang menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta. Sejak tahun lalu, pihaknya mendorong agar pembangunan saluran dilakukan untuk optimalisasi pemanfaatan IPAL komunal. “Kami mendorong Pemkot untuk mengoptimalkan IPAL komunal yang sudah ada minimal tiga IPAL dalam satu tahun. Biayanya, kami telah menganggarkannya dalam APBD sebesar Rp300 juta- Rp400 juta setahun,”ungkapnya. Dalam kurun waktu empat tahun ke depan, semua IPAL komunal yang ada di Kota Yogyakarta dapat berfungsi optimal. Pembangunan IPAL komunal awalnya merupakan proyek yang didanai oleh APBD Provinsi dengan Pemkot Yogyakarta sebagai pelaksananya.

Menurut Zuhrif,sejumlah IPAL yang justru dialih fungsikan oleh warga,seperti yang berada di Kecamatan Tegalrejo. Masyarakat malah memanfaatkan bangunan IPAL sebagai kolam ikan.“Ini lebih disebabkan terlalu lamanya IPAL menganggur tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Maka, tak heran jika warga memanfaatkannya untuk hal lain,”paparnya. Kekurangoptimalan IPAL komunal juga dibenarkan oleh Ketua LSM Lingkungan Hidup Lestari, Agus Hartana. Dari hasil penelitian pihaknya terhadap 40 IPAL komunal pada 2007, keberadaannya memang tidak optimal. Misalnya, persoalan saluran yang belum ada dan kurangnya sosialisasi. “Dari semua upaya, yang terpenting ialah pendekatan sifat secara kultur yang harus dilakukan oleh Pemkot Yogyakarta. Hal ini tidak hanya sekedar sosialisasi, tapi juga masyarakat menjadi sadar manfaat dari IPAL komunal,” papar Agus Hartana.

Pembangunan IPAL komunal oleh Pemkot Yogyakarta selama ini hanya memikirkan fisik bangunan. Yang menyangkut persoalan sanitasi, seharusnya dijelaskan dan dilakukan pendekatan terlebih dahulu karena masih banyak masyarakat yang kurang memahami konsep IPAL komunal. “Pembangunannya pun sepertinya hanya asal jadi saja, tanpa perhitungan. Ini yang membuat timbulnya masalah bagi warga,”ungkapnya. Kendala yang dialami warga cukup beragam.Ada yang tidak dapat memanfaatkan IPAL karena posisi rumah yang lebih rendah seperti yang terjadi di RT01 RW05 KelurahanPrenggan, KecamatanKotagede. Sebagai solusi,Agus menyarankan adanya IPAL komunal portable.

“Dengan IPAL portable,saya rasa akan lebih baik karena IPAL akan disesuaikandengankondisirumah. Selain itu,biayanya akan lebih murah jika dibanding dengan IPAL yang adasaatinikarenaukuranlebihkecil dan memang hanya untuk melayani beberapa rumah,”paparnya. (ratih keswara)

Translate Using Google Translate May Not Valid Language

75% of WWTP Communal diYogya Not Optimal

YOGYAKARTA (SINDO) - As many as 75% Waste Water Treatment Plant (WWTP) communal in Yogyakarta were not functioning optimally.

Of the 43 pieces of existing communal WWTP, currently only about nine WWTP or about 25%, which can function optimally treat waste the people of Yogyakarta. Planning is not ripe when the construction of communal WWTP is suspected as the cause. Chairman of Commission C DPRD Yogyakarta Zuhrif Hudaya said, until 2009 there were only six communal WWTP really be used optimally by the people of Yogyakarta.

During 2010 there were three more communal WWTP is optimized. "No more optimal utilization of communal WWTP due at the time of development planning is not done thoroughly. That's why the channel connection to the households did not exist, "he explained.

Zuhrif said, the overall development including the channels into homes is the responsibility of City Government (City Government) in Yogyakarta. Since last year, his party pushed for the construction of a channel made to optimize the utilization of communal WWTP. "We encourage local government to optimize the existing communal WWTP at least three WWTP in one year. The cost, we have menganggarkannya in the budgets of 300 million-400 million a year, "he said. Within the next four years, all communal WWTP in the city of Yogyakarta to function optimally. Development communal WWTP was originally a project funded by the provincial budget with the municipal government of Yogyakarta as the implementer.

According Zuhrif, a number of WWTP which was converted enable the citizens, such as residing in District Tegalrejo. Instead use WWTP building society as a fish pond. "This is more due to WWTP idle too long not being utilized properly. So, I wonder if people use it for anything else, "he explained. Kekurangoptimalan communal WWTP is also justified by the Chairman of the Environmental NGO Lestari, Agus Hartana. From the research side of 40 communal WWTP in 2007, its existence is not optimal. For example, the question of the channel that does not exist and the lack of socialization. "Of all efforts, the most important thing is to approach nature in a culture that must be done by the City Government of Yogyakarta. This is not just socializing, but also people are becoming aware of the WWTP communal benefits, "said Agus Hartana.

Development communal WWTP by the City Government of Yogyakarta had only thought of the physical building. Issues relating to sanitation, the approach should be explained and done in advance because there are still many people who lack an understanding of the concept of communal WWTP. "Its construction also seems to only be home alone, without calculation. This is what makes the emergence of problems for citizens, "he said. Constraints experienced by people who can not quite beragam.Ada WWTP utilize because of the position of the lower house as happened in the RT01 RW05 KelurahanPrenggan, KecamatanKotagede. As a solution, Agus suggest the existence of communal WWTP portable.

"With portable WWTP, I think it would be better because the WWTP would disesuaikandengankondisirumah. In addition, the costs will be cheaper if compared with the adasaatinikarenaukuranlebihkecil WWTP and is only to serve several houses, "he explained. (Ruth keswara)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir

Bebas 2 Pekan, Napi Asimilasi di Yogya Diciduk Gegara Nyolong Motor