Pemimpin Bijaksana

Oleh Toha MT

Suatu saat ketika Rasulullah SAW bersama para sahabat selesai melaksanakan shalat berjamaah, Umar bin Khattab salah satu sahabat dekat Rasul yang berada di shaf depan merasa terganggu pikirannya. Setiap gerakan Rasulullah SAW di depan para sahabat terasa berat dan sukar. Terdengar bebunyian yang demikian mencolok seolah persendian beliau saling bergesekan satu sama lain. Shalat kali ini terasa lebih lama dari biasanya.

Usai shalat, Umar ra yang begitu khawatir dengan kondisi Rasulullah mendatangi beliau. Dengan hati-hati Umar duduk di sisi beliau yang serta-merta beliau sambut dengan senyuman. “Ya Rasulullah, kami melihat seolah-olah engkau sedang menanggung penderitaan yang sangat berat, sakitkah engkau, ya Rasul?” tanya Umar. Rasulullah SAW tersenyum sambil menggeleng, “Tidak wahai Umar, Alhamdulilah aku sehat.

“Mengapa setiap kali engkau menggerakkan tubuhmu, kami mendengar seolah-olah sendi tubuhmu saling bergesekan?” Umar memperlihatkan ekspresi wajah prihatin, penuh kasih saying, dan khawatir. “Kami yakin engkau sedang sakit wahai Rasul.

Meskipun kondisinya agak lemah dan agak pucat, Rasulullah SAW tetap tersenyum. Sepertinya berupaya menjadi pelipur lara dari sesuatu yang tidak beliau katakan meskipun kepada Umar sahabat dekatnya.

Karena jawaban “tidak” atau “aku baik-baik saja” beliau rasakan sudah tidak mencukupi lagi, Rasulullah SAW mengangkat jubahnya hingga bagian perut beliau terlihat nyata. Seketika Umar dan sahabat terpana. Tampak perut beliau begitu kempis, perut itu dililit oleh kain yang membuntal berisi kerikil-kerikil. Kerikil-kerikil yang menimbulkan suara berisik ketika mengimami shalat. Kerikil-kerikil yang memancing keingintahuan Umar dan menyangka beliau sedang dalam kondisi sakit serius.

“Ya Rasul,” suara Umar bergetar oleh rasa iba dan penyesalan, “Apakah jika engkau mengatakan sedang lapar dan tidak punya makanan, kami tidak akan menyediakan dan menyiapkannya untuk engkau?"

Beliau menutup kembali perutnya dengan helai jubahnya yang menjuntai seraya menatap Umar dengan tatapan penuh pancaran cinta yang utuh. “Tidak, ya Umar. Aku tahu, apa pun akan kalian korbankan demi aku, akan tetapi apa yang akan aku katakan di hadapan Allah nanti jika sebagai pemimpin aku menjadi beban bagi umatku?”

Beliau mengedarkan pandangan kepada para sahabatnya yang lain seraya berkata, “Biarlah kelaparan ini sebagai hadiah dari Allah untukku agar umatku kelak tidak ada yang kelaparan di dunia, terlebih di akhirat.”

Subhanallah, siapa pun yang mendengar kalimat beliau seketika terdiam, ada yang berdenyar merambat ke bola mata mereka, beberapa terisak haru. Umar maklum bahwa dia tidak akan sanggup melangkah lebih jauh, memaksa beliau untuk mengikuti keinginannya.

Mahasuci Allah yang telah mengutus seorang pemimpin yang begitu mulia akhlak dan perkataannya. Alangkah rindunya kita kepada pemimpin sebijaksana beliau yang tidak mau membebani umatnya. Kelak pemimpin seperti inilah yang akan dinaungi oleh naungan Allah pada saat tidak ada naungan selain dari-Nya.


Translate Using Google Translate may not valid language

Wise Leader

By Toha MT

Once when the Prophet Muhammad with his companions completed the prayer in congregation, Umar ibn Khattab one close friend of the Apostle who was in the front rows was disturbed mind. Every movement of the Prophet Muhammad in front of the friends feels heavy and difficult. Audible sounds are so striking as his joints rub against each other each other. Prayers this time feels much longer than usual.

After the prayer, `Umar who was so worried about the condition of the Prophet came to him. Carefully Umar sat on the side of him that he was immediately greeted with a smile. "O Messenger of Allah, we look as if you were to suffer a very heavy, sakitkah thee, O Messenger of God?" Asked Umar. Prophet Muhammad smiled, shaking his head, "No, O Umar, Thank God I'm healthy.

"Why every time you move your body, we listen as if your body joints to rub against each other?" Omar showed facial expressions are concerned, loving saying, and worry. "We're sure you're sick, O Messenger.

Although the condition is rather weak and somewhat pale, the Prophet Muhammad remain smiling. Looks like trying to solace from something he did not say even to his best friend Omar.

Because the answer "no" or "I'm fine" he felt was not sufficient anymore, the Prophet Muhammad lifted his robe to the stomach he looks real. Immediate Omar and friends stunned. His stomach looks so flat, the stomach is wrapped around the cloth that membuntal contain pebbles. Gravel-pebble that causes a noise when mengimami prayer. Pebbles that provoke thought Omar and his curiosity is in serious pain conditions.

"O Prophet," Umar voice quivering with a sense of pity and regret, "What if you said they were hungry and no food, we will not provide and prepare it for you?"

He closed his stomach with the dangling strands of her robes as she looked at Omar with a look full of radiant love that piece. "No, ya Umar. I know, whatever will you sacrifice for me, but what would I say in the presence of God as a leader later if I become a burden to my people? "

He circulated the view to the other companions and said, "Let this hunger as a gift from God for me for my people will not have that hunger in the world, especially in the hereafter."

Subhanallah, anyone who heard the sentence he immediately fell silent, there are berdenyar creeping into their eyeballs, some sobbing with emotion. Omar understood that he would not be able to go further, forcing him to follow her wishes.

Glory be to Allah who has sent a leader who is so noble character and his words. How we miss the leader as wise as he who does not want to burden his people. Later, leaders like these that will be shaded by the umbrella of God when there is no shade apart from Him.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir

Bebas 2 Pekan, Napi Asimilasi di Yogya Diciduk Gegara Nyolong Motor