Ratusan Keluarga Ngotot Tinggal di Kawasan Rawan Bencana III Merapi

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN-- Ratusan kepala keluarga korban bencana erupsi Gunung Merapi di Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta nekat membangun rumah permanen dan menempati rumah di Kawasan Rawan Bencana III Merapi.

"Warga yang membangun rumah permanen dan sudah mulai menempati terus bertambah, dan tidak menghiraukan peringatan kawasan rawan bencana (KRB) III Merapi tidak boleh untuk hunian lantaran berada di wilayah ancaman bencana Merapi," kata Kepala Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan Suroto, Ahad.

Menurut dia, ratusan warga ini membangun rumah dengan berbagai fasilitasnya baik dilakukan secara swadaya maupun dari bantuan donatur. "Meskipun rekomendasi pemerintah untuk KRB III Merapi diikuti dengan tidak dibangunnya jaringan listrik, tetapi mereka nekat membangun sendiri dengan mengambil jaringan dari Desa Balerante, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah yang berbatasan langsung dengan Desa Glagaharjo. Jaringan listrik yang dibangun warga dengan menggunakan tiang bambu dan kabel bantuan dari donatur," katanya.

Ia mengatakan, warga yang membangun kembali rumahnya yang hancur akibat erupsi Merapi saat ini mencapai 279 kepala keluarga (KK), yang meliputi di Dusun Kalitengah Lor sekitar 100 KK dari total sebanyak 157 KK, Kalitengah Kidul sekitar 70 KK dari sebanyak 109 KK dan di Dusun Srunen sekitar 135 KK.

"Keinginan warga mempertahankan pekarangan dan membangun kembali rumahnya hancur terkena dampak erupsi Merapi tersebut karena berbagai alasan seperti mereka sejak lahir dan hidup sebelum erupsi Merapi berada di desa tersebut, masalah status kepemilikan tanah sudah dikuatkan dengan sertifikat Hak Milik (SHM)," katanya.

Suroto mengatakan, jika kemudian pemerintah meminta agar tanah milik warga tersebut dikosongkan dan tidak boleh untuk hunian tetap mereka sudah tidak memiliki tanah lain selain di lokasi tersebut.

"Selain itu warga sudah merasa nyaman dengan mengandalkan kecanggihan alat pendeteksi aktivitas Gunung Merapi, mereka tetap bersedia turun untuk mengungsi jika Gunung Merapi dinyatakan dalam keadaan bahaya," katanya.

Ia mengatakan, berkaitan dengan ancaman banjir lahar dingin saat ini warga justru merasa lebih aman tinggal di atas dari pada berada tinggal di "shelter" atau hunian sementara Dusun Banjarsari. Karena ketika terjadi banjir lahar dingin penghuni "shelter" kini hanya memiliki satu jalur evakuasi menuju arah Klaten.

"Padahal akses jalan dari selter menuju jalur Glagaharjo-Klaten tersebut dihubungkan jembatan dan kondisinya rawan ancaman lahar dingin. Jika jembatan sampai putus mereka takut terjebak dan lebih memilih tinggal di atas karena kedalaman Sungai Gendol masih cukup dalam antara 40 hingga 50 meter," katanya.

Redaktur: Stevy Maradona
Sumber: Antara

Translate using Google Translate May Need Grammar Correction

Hundreds of Families Insisted Living in Disaster Prone Area III Merapi

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN - Hundreds of heads of families of disaster victims in the village of Mount Merapi eruption Glagaharjo, Cangkringan District, Sleman District, Yogyakarta Special Region desperate to build a permanent home and occupied the house in Disaster Prone Area III Merapi.

"People who build permanent homes and have started to occupy continue to grow, and ignored the warnings of disaster-prone areas (KRB) III Merapi may not be for occupancy in the area of ​​threat because of Merapi disaster," said Chief Glagaharjo Village, District Cangkringan Suroto, on Sunday.

According to him, hundreds of people are building houses with various amenities best done independently or from donor assistance. "Despite the government's recommendation to KRB Merapi III followed with no electricity network construction, but they are desperate to build their own by taking tissue from Balerante Village, Klaten Regency, Central Java, directly adjacent to the Village Glagaharjo. Electrical network built by residents using bamboo poles and wires assistance from donors, "he said.

He said the residents rebuild homes destroyed by the eruption of Merapi, currently reaches 279 heads of households (HH), which includes the Hamlet Kalitengah Lor about 100 households from a total of 157 households, Kalitengah Kidul about 70 families from as many as 109 families and in Hamlet Srunen around 135 households.

"Wanting people to maintain the yard and rebuild homes destroyed by the impact of the Merapi eruption due to various reasons such as their birth and life before the eruption of Merapi in the village, the problem of land ownership status has been strengthened by the Certificate of Ownership (SHM)," he said.

Suroto said that if the government then requested that the land owned by citizens and should not be left blank for permanent residence they have no other land except in those locations.

"In addition, residents have felt comfortable with relying on the sophistication of the volcanic activity detector, they are still willing to go down to evacuate if Mount Merapi to be in danger," he said.

He said, deals with the threat of cold lava flood current residents would feel safer to stay on top of being lived in "shelters" or temporary dwelling Banjarsari Hamlet. Because when the cold lava flood residents "shelter" now has only one escape route toward the direction of Klaten.

"Whereas access road from the shelter to Glagaharjo-Klaten line is connected bridges and cold conditions are prone to the threat of lava. If the bridge until they were scared off trapped and prefer to stay on top because of the depth of Gendol River is still quite in between 40 to 50 meters," he said.

Editorial: Stevy Maradona
Source: Antara

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir

Bebas 2 Pekan, Napi Asimilasi di Yogya Diciduk Gegara Nyolong Motor