Semua Bisa Bermain Ketoprak

Ketoprak Kolosal Angkat Cerita Keistimewaan

RADAR JOGJA - Semua orang bisa bermain ketoprak, asalkan ada kemauan dan niat tulus untuk nguri-nguri kebudayaan. Apa lagi, kesenian ini cukup fleksibel untuk dimainkan oleh siapa saja dan dapat mengambil cerita bebas.

Terbukti dengan pementasan ketoprak kolosal kelompok Panca Mahardika di Taman Budaya Yogyakarta (TBY), Minggu malam (5/6). Kelompok Panca Mahardika beranggotakan berbagai unsur masyarakat Jogjakarta. Mulai dari pejabat, seniman sampai wartawan. Malam itu, Panca Mahardika menampilkan ketoprak kolosal Bumi Perdikan yang berdurasi 2 jam 15 menit. Pentas ini, mendapat sambutan dari masyarakat. Terlihat dari gedung yang mampu menampung seribu orang itu terlihat penuh.

Calon penonton yang kehabisan tiket pun tak berkecil hati tak bias menyaksikan pentas ini. Panitia menyediakan layar ukuran besar yang menayangkan pentas ketoprak yang disutradarai Nano Asmorodono itu.

Ya, pentas ketoprak ini memang untuk warga Jogjakarta dari semua lapisan. Begitu pula para pemainnya, mewakili berbagai unsur masyarakat. Mereka yang terlibat antara lain Wali Kota Heri Zudianto yang berperan sebagai abdi Kasenopaten, Wakil Bupati Sleman Yuni Satya Rahayu sebagai batih kelurahan.

Dari jajaran legislatif ada anggota DPRD Provinsi DIJ Arif Noor Hartanto yang berperan sebagai Raden Pamungkas. Kemudian Kajati DIJ Ali Muthohar sebagai batih kelurahan. Sedangkan dari kalangan wartawan ada Fuska Sani, Clemon, dan lainnya. Mewakili seniman antara lain Susilo Nugroho ’’Den Baguse Ngarso’’, Marwoto Kawer, Bambang Heras, Anang Batas, dan banyak lagi. Gubernur DIJ Hamengku Buwono X terlihat ikut menyaksikan pentas ini.
Pimpinan produksi Prof. Dr. dr Sutaryo mengatakan, ketoprak merupakan kesenian yang paling fleksibel. Karena bisa dimainkan oleh semua orang, dari sisi penceritaan pun bisa mengambil tema apa saja. Itulah yang menjadikan beberapa warga Jogja yang terdiri dari berbagai elemen bersatu untuk tampil dalam pementasan sebuah kethoprak. Setidaknya ada 125 orang yang terlibat dalam pementasan ini.

’’Saat bersama-sama memainkan ketoprak semua menanggalkan baju identitasnya. Hanya ada satu satu identitas, yakni sebagai warga DIJ yang kompak dan menyatu untuk sama-sama nyengkuyung DIJ sebagai basis kebudayaan yang tak akan meninggalkan seni tradisi,’’ ujarnya. Dari sisi cerita, lakon Bumi Perdikan ini menggambarkan orang yang mendapat kedudukan tapi tidak memiliki ilmu. Sehingga cenderung melupakan sejarah dan melupakan orang yang berjasa terhadapnya.

Dikisahkan, wilayah padepokan Ambarbinangun sebagai Bumi Perdikan yang tentram dan damai sontak menjadi tidak kondusif setelah Sang Prabu Subo Joyo (diperankan oleh Margono yang berprofesi sebagai penyiar) naik takhta. Sebagai pengayom masyarakat, kebijakannya dinilai tidak demokratis. Di mana penguasa menghendaki tata cara kedudukan Ki Ageng Suryo Bawono (Sarjono) tidak harus turun-temurun.

Itu membuat sebagian masyarakat protes dan menentang kebijakan yang diambil Sang Prabu Subo Joyo. Dilihat dari kisahnya, sedikit banyak mirip dengan kondisi Jogjakarta pada saat ini. Di mana persoalan keistimewaan dengan penetapan belum menemukan solusinya.

Menanggapi pementasan ketoprak yang mengombinasikan kesenian gejog lesung, atraksi wushu, dan nyanyian tersebut, HB X memberikan apresiasi yang besar kepada para pemain. Sebab, mereka sudah menyempatkan waktu untuk tampil dengan serius pada pentas tersebut.

Soal isi cerita, HB X mengatakan, pesan yang disampaikan tentu sudah dipahami semua masyarakat. Baginya, pementasan ini menjadi salah satu bentuk sosialisasi. ’’Kalau dari isi ceritanya, itu pesan yang sudah kita paham bersama. Penetapan adalah harapan masyarakat, itu juga yang selama ini dicoba dijaga oleh lapisan masyarakat itu sendiri,’’ tuturnya ditemui usai pementasan.
Terpisah, Wakil Bupati Sleman Yuni Satya Rahayu mengaku senang dapat terlibat dalam pementasan ketoprak ini. Selama latihan, tak ada kendala berarti yang ditemuinya. Hanya terkait waktu, dia kerap membolos latihan karena jadwal yang padat. Alhasil, dia hanya ikut latihan dua sampai tiga kali.

’’Awalnya saya akan berperan sebagai istri penguasa, tapi saya minta sebagai batih saja. Lebih bebas untuk berekspresi,’’ tuturnya.

Dalam kesempatan kemarin, Yuni, juga menyanyikan satu lagu dangdut berjudul Terlena yang pernah dipopulerkan oleh Ike Nurjanah. Ketika disinggung mengenai penampilannya, Yuni mengaku, baru sekali itu menyanyi di depan umum meski hobinya memang bernyanyi.

’’Ya, tadi memang menyanyi. Itu baru pertama kali di depan umum. Kalau ditawarin lagi untuk bermain ketoprak, saya mau-mau saja,’’ selorohnya. (ila)

Translate Using Google Translate May Need Grammar Correction

All Can Play Ketoprak

Ketoprak colossal Lift Privileges Stories

RADAR YOGYAKARTA - ketoprak Everyone can play, provided there is a will and sincere intentions to nguri-nguri culture. What's more, art is flexible enough to be played by anyone and can take a free story.

Evidenced by staging ketoprak colossal group Panca Mahardika at Taman Budaya Yogyakarta (TBY), Sunday night (5 / 6). Five groups consisting of various elements of society Mahardika Jogjakarta. Starting from the officials, artists to journalists. That night, Panca Mahardika featuring colossal ketoprak Earth fief of duration 2 hours 15 minutes. This stage, the acclaim of the community. Seen from the buildings that can accommodate a thousand people that look full.

Candidates who ran out of tickets spectators would not be discouraged unbiased witness this scene. The committee provides a large screen that displays the stage, directed by Nano Asmorodono ketoprak it.
Yes, this ketoprak stage is for people from all walks of Jogjakarta. So did his players, representing various elements of society. Those involved include the Mayor of Heri Zudianto who acted as servants Kasenopaten, Vice Regent of Sleman Satya Yuni Rahayu as batih village.

From the ranks of the legislature is a member of the Provincial Parliament DIJ Arif Noor Hartanto that acts as Raden Pamungkas. Then Kajati DIJ Ali Muthohar as batih village. While the journalists have Fuska Sani, Clemon, and others. Representing artists, among others, Susilo Nugroho''Den''Baguse Ngarso, Marwoto Kawer, Bambang Heras, Anang Limits, and more. DIJ Governor Hamengkubuwono X looks come watch this scene.

Chairman Prof production. Dr. dr Sutaryo said, ketoprak is the most flexible art. Because it can be played by everyone, in terms of storytelling can take any theme. That's what makes some people Jogja consisting of various elements come together to perform in staging a kethoprak. There are at least 125 people involved in this staging.

''We played together all undressed ketoprak identity. There is only one single identity, namely as citizens DIJ a compact and unified for both nyengkuyung DIJ as a cultural base that will not leave the artistic tradition,''he said.
From the side of the story, play the Earth fief describes the person who got the position but have no knowledge. So that tends to forget history and forget about the people who contributed to it.

It is said, the hermitage Ambarbinangun as Earth fief a peaceful and peace instantly became not conducive after the King Subo Joyo (played by Margono who works as a broadcaster) to the throne. For guidance as communities, assessed their policies are not democratic. Where authorities require standing ordinances Ki Ageng Suryo Bawono (Sarjono) must not hereditary.

It makes some people protested and opposed the measures taken by the King Subo Joyo. Judging from the story, somewhat similar to the current condition of Jogjakarta. Where the privilege issue with the determination not found a solution.
Responding to the staging that combines art ketoprak gejog mortar, attractions wushu, and the singing, HB X gives a great appreciation to the players. Because, they're taking the time to look seriously at these performances.
About the content of the story, HB X said, the message would have understood all of society. For him, this performance becomes a form of socialization. ''If the story content, the message which we understand together. Determination is a public expectation, it is also that during this work is guarded by layers of society itself,''he said met after staging.

Separately, Vice Regent of Sleman Yuni Rahayu said Satya pleased to be involved in staging this ketoprak. During exercise, no obstacle is encountered. Only the relevant time, he often skipped practice because of his busy schedule. As a result, he only joined the exercise two to three times.

Initially''I will act as the wife of the ruler, but I'm as batih only. More free to express,''he said.
On the occasion yesterday, Yuni, also sang a song titled Distracted dangdut ever popularized by Ike Nurjanah. When mentioned about his appearance, Yuni said, only once was singing in public despite his hobby is singing.
''Yes, it did indeed sing. It was the first time in public. If ditawarin ketoprak again to play, I want-want it,'' Say It.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir

Bebas 2 Pekan, Napi Asimilasi di Yogya Diciduk Gegara Nyolong Motor