Polisi Tangkap 2 Penjual Oplosan Daging Sapi dan Babi di Gunungkidul

Gunungkidul (DetikNews) - Polres Gunungkidul meringkus dua pedagang yang menjual oplosan daging sapi dan babi. Penangkapan ini berawal dari laporan warga adanya daging oplosan di Pasar Argosari, Wonosari dan Pasar Playen.

Kapolres Gunungkidul, AKBP Ahmad Fuady menjelaskan, dua orang pedagang yang diamankan yaitu Purtatik (61), Dusun Nitikan Timur, Desa Semanu, Kecamatan Semanu, Gunungkidul dan Endang Purwanti (57), warga Dusun Mantup, Kelurahan Baturetno, Kecamatan Banguntapan, Bantul.

Mendapat informasi adanya daging oplosan yang beredar di dua pasar di atas, polisi lantas melakukan penyelidikan dengan mengambil sampel daging yang dijual oleh kedua pedagang tersebut. Sampel tersebut selanjutnya dites di laboratorium Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Gunungkidul pada tanggal 15 Januari 2019.

"Dari hasil tes laboratorium ternyata daging yang dijual positif campuran antara sapi dan babi. Untuk kikil juga, ternyata itu kikil babi tapi disamarkan jadi kikil sapi," ujarnya saat saat jumpa pers di Polres Gunungkidul, Rabu (23/1/2019).

"Karena itu kedua pedagang kami amankan di dua tempat berbeda berikut dengan barang bukti daging oplosan yang dijual keduanya," imbuhnya.

Adapun barang bukti yang disita dari tangan Purtatik berupa satu kilogram kikil, dua bungkus olahan kikil dan panci untuk memasak kikil babi yang disamarkan menjadi kikil sapi. Sedangkan dari tangan Endang, polisi menyita 5 kg daging segar, 3,5 kg daging olahan, 1 set timbangan, 1 pisau, 2 tatakan, 1,6 kg tulang masih ada daging, 3,5 kikil dan uang tunai hasil penjualan daging oplosan.

"Dari pengakuan, keduanya baru sebulan menjual daging oplosan. Sehari mereka rata-rata bisa menjual 5 kilogram daging oplosan," katanya.

"Untuk perbandingan oplosannya itu disesuaikan konsumennya beli berapa kilo, dan nanti baru dicampur (Daging sapi dan babi)," sambung Fuady.

Disinggung mengenai alasan kedua tersangka nekat menjual daging oplosan tersebut, Fuady menyebut bahwa keduanya tergiur akan untung yang didapatkan. Terlebih, dari pengakuan kedua tersangka, untuk mendapatkan daging babi sendiri cukup mudah.

"Harga jual (daging) sapi kan Rp 120 ribu per kilo, dan (daging) babi harganya Rp 60 ribu (per kg), kan selisih itu. Karena itu mereka mencampur kedua daging dan dijual dengan harga daging sapi, jadi intinya mereka ingin mengambil keuntungan yang lebih besar," ucapnya.

"Kalau dapatnya daging babi dari mana, keduanya mengaku beli di Pasar Beringharjo (Kota Yogyakarta)," imbuhnya.

Ditambahkan Fuady, dengan diamankannya dua penjual daging oplosan, ia berharap menjadi efek jera bagi kedua tersangka. Selain itu, dengan pengungkapan tersebut juga untuk mencegah peredaran daging oplosan di kalangan masyarakat.

"Untuk keduanya disangkakan Pasal 62 UU RI nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, dan pasal 91(Huruf) a UU nomor 41 tahun 2014 tentang perubahan atas UU nomor 18 tahun 2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan. Untuk ancaman hukumannya paling lama 5 tahun penjara dan denda Rp 10 Miliar," jelas Fuady.

Sekretaris Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Gunungkidul, Astuti Adiati menambahkan pihaknya akan menggelar sidak ke pasar-pasar lebih sering lagi. Tak hanya itu, akan ada sosialisasi ke warga untuk membedakan daging sapi dan daging babi.

"Sebenarnya kita sudah sering lakukan sidak ke Pasar-pasar untuk sampling daging dan sebagainya. Bulan Desember (2018) kita ambil sampel daging di Pasar Playen dan setelah dites positif (Mengandung babi bercampur daging sapi)," ujar Astuti.

Selanjutnya, dari temuan tersebut pedagang yang kedapatan menjual daging oplosan langsung ditegur secara lisan. Hal itu sesuai standard operating procedure (SOP), dan apabila mengulangi lagi akan ditegur secara tertulis, bahkan jika meresahkan masyarakat akan langsung diserahkan kepada pihak yang berwajib.

"Yang di Playen itu (Endang) sudah kita peringatkan tapi masih mengulangi lagi, dan ditambah ada aduan masyarakat. Ya sudah, kami bersama polisi akhirnya ke lokasi dan itu tadi (Menguji daging yang dijual dan setelah positif babi diamankan ke Polres Gunungkidul)," ucapnya.

Disinggung mengenai adanya syarat khusus menjual daging babi di Kabupaten Gunungkidul, Astuti menyebut tidak ada syarat khusus. Namun, apabila pedagang hendak menjual daging babi harus dipisahkan dan diberi keterangan pada lapaknya.

"Mungkin mereka (dua tersangka penjual daging oplosan) sengaja mencampur untuk menyamarkan dan mendapat untuk lebih besar. Karena itu, kami akan lakukan sidak secara berkala ke pasar-pasar," imbuhnya.

Astuti melanjutkan, untuk daging sapi dan babi yang sudah dicampur memang sulit untuk dibedakan. Bahkan harus dilakukan tes di laboratorium untuk mengetahui kandungan dalam daging tersebut. Hal itu dikarenakan pedagang mencampurkan darah sapi ke daging babi agar baunya seperti daging sapi.

"Memang kalau sudah dicampur itu sulit yang bedakan, tapi kalau dagingnya disendirikan bisa dibedakan. Jadi gini, yang membedakannya dari serat, kalau (daging) sapi itu seratnya lebih besar dan tebal, kalau (daging) babi seratnya lembut mirip daging ayam," ujarnya.

"Kemudian, ketika kita pegang juga beda, kalau (daging) sapi teksturnya lebih keras dan (daging) babi lebih lembut serta berminyak. Dari bau juga bisa, daging sapi itu baunya darah dan anyir gitu," sambung Astuti.

Sedangkan untuk kikil, pembeli dapat membedakannya dari titik-titik di kikil tersebut. Apabila terdapat titik-titik pada kikil itu berarti kikil babi.

Sumber Berita & Gambar : DetikNews Yogyakarta

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Lowongan Kerja Parsley

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir