PPP: Transisi Dua Tahun

RADAR JOGJA- DPW PPP mengkritisi pemikiran sejumlah kalangan terkait penerapan masa transisi dengan menetapkan kembali Sultan Hamengku Buwono X dan Paku Alam IX menjadi gubernur dan wakil gubernur. Jika ingin menerapkan transisi, maka yang disosialisasikan ke publik adalah persiapan penyelenggaraan pemilihan gubernur (pilgub).

"Harusnya mulai sekarang siap-siap pilgub karena akan ada perubahan sistem politik. Jadi, bukan malah penetapan. Dari logika politik itu tidak nyambung," kritik Sekretaris DPW PPP DIJ Muslih Ilyas kemarin.

Untuk melaksanakan masa transisi, dia berpendapat mestinya pejabat yang diangkat bukan orang yang sama. Dia juga menilai, transisi tidak perlu memakan waktu lima tahun. "Cukup dua tahun," cetusnya.

Muslih menegaskan partainya tetap istiqomah. Selama ini, PPP tak pernah sekali pun menyuarakan soal penetapan. "Itu artinya sikap kami sudah jelas," imbuh anggota Badan Kehormatan DPRD DIJ ini.

PPP lanjut Muslih termasuk kekuatan politik yang terus berupaya mendorong demokratisasi di DIJ. Jauh sebelum partai lain berpikir soal pilgub, PPP telah melangkah jauh. Itu dibuktikan tampilnya Ketua DPW PPP DIJ Alfian Darmawan menjadi calon gubernur melawan Ketua DPD Golkar DIJ Sultan Hamengku Buwono pada 1998. Hasilnya, Alfian memperoleh empat suara dan HB X meraup 10 suara.

Sementara itu, DPD Partai Demokrat DIJ menganggap desakan FPDIP DPRD DIJ agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mencabut ketentuan pasal 136 PP 6/2005 tentang Pilkada sebagai ungkapan tak berdasar. Apalagi mengkaitkan PP yang diteken SBY yang juga ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, sebagai biang masalah yang memaksakan DIJ harus menggelar pilgub.

"Kita jangan emosional. Harap diingat, PP itu produk hukum nasional," kata Wakil Ketua DPD Partai Demokrat DIJ Mirwan Syamsuddin Syukur SH saat dihubungi kemarin. Sebagai produk hukum nasional, keberadaan PP 6/2005 sah dan berlaku di seluruh daerah di tanah air. Tidak terkecuali DIJ. Dia juga mengatakan PP tersebut juga tak menunjuk satu daerah saja.

"Konsekuensi logisnya semua daerah harus tunduk dan patuh. DIJ adalah bagian dari NKRI," ingatnya.

Dengan pemikiran itu, DPD Partai Demokrat DIJ sepakat dengan pernyataan Sultan Hamengku Buwono X agar daerah menyerahkan masalah RUUUK DIJ kepada pusat. "Daerah tidak perlu membuat ontran-ontran," ajaknya.

Mirwan wanti-wanti agar FPDIP tidak melontarkan tudingan yang bernada tendensius. Dia mengajak Sekretaris FPDIP Ternalem yang menjadi juru bicara fraksinya saat paripurna (Rabu 23/4) bersikap arif. Di sisi lain, Ketua DPD Partai Golkar DIJ Gandung Pardiman mengatakan pembentukan Kaukus Penetapan bukanlah momok bagi mereka yang pro pemilihan. "Jadi tidak perlu dirisaukan," ujar Gandung yang juga menjadi ketua Kaukus Penetapan.

Dikatakan, kaukus tidak perlu besar dan tidak membutuhkan persetujuan atau penolakan pihak lain. Dia juga menghormati bila ada Kaukus Pro Pilgub sebagai sebuah proses demokrasi.

Secara khusus Gandung minta kepada anggota FPKS DPRD DIJ Tri Harjono tidak mengurusi rumah tangga partainya. Masih adanya perbedaan pandangan antara DPP dengan DPD yang dipimpinnya, menyangkut soal keistimewaan DIJ mutlak merupakan urusan internal. "Orang lain jangan campur tangan," pintanya.

Tri Harjono sendiri mengucapkan terima kasih dan merasa tersanjung dengan peringatan Gandung. "Wah saya naik kelas dong," katanya sambil mengangkat kedua tangannya. (kus)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Bebas 2 Pekan, Napi Asimilasi di Yogya Diciduk Gegara Nyolong Motor

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir