Transisi, HB X Pasrah ke Pusat

Ketemu SBY Tak Singgung Nasib RUUK
RADAR JOGJA - Gubernur DIJ Hamengku Buwono X menyerahkan sepenuhnya payung hukum suksesi kepada pemerintah pusat. Soal bergulirnya pemikiran masa transisi sebelum diselenggarakan pemilihan gubernur (pilgub) secara langsung, lagi-lagi HB X pasrah ke pusat untuk menuangkan dalam Undang-Undang Keistimewaan (UUK) DIJ.

"Itu kewenangan pusat," ujar HB X seraya mengajukan pertanyaannya sejauh mana pusat mampu merampungkan UUK. "Sampai sekarang belum ada laporan terbaru," lanjut gubernur usai membuka musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) APBD Provinsi DIJ 2009 di Hotel Santika Jogja, kemarin.

Terkait berlarut-larutnya RUUK yang tak kunjung ada kepastian, HB X berharap semua pihak bersabar menunggunya. UUK akan menjadi payung hukum bagi suksesi gubernur, apakah melalui penetapan atau pemilihan langsung.

UUK, lanjut alumni FH UGM ini, juga bakal menjadi dasar adanya tidaknya calon independen. "Semua tunggu UUK," ajaknya. Meski UUK tak jelas kapan disahkan, HB X tidak menyinggung soal itu saat bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Selama dua hari SBY menginap di Istana Kepresidenan Gedung Agung Jogja sejak Rabu lalu sebelum melakukan kunjungan ke Purworejo, tak ada pembicaraan khusus di antara kedua pemimpin tersebut. "Tak ada pertemuan khusus," bantah raja Keraton Jogja tersebut.

Ketua DPW PPP DIJ Syukri Fadholi mengakui muncul banyak alternatif menyangkut batasan masa jabatan gubernur dan wakil gubernur DIJ selama masa transisi berlangsung. "Ada yang berpikir lima tahun atau cukup 2,5 tahun. Namun semua kembali ke pusat," kata Syukri di kantor DPW PPP DIJ Jalan Tentara Rakyat Mataram kemarin.

Bagi Syukri, kehadiran UUK bukan sekadar mengatur penetapan atau pemilihan semata. Keberadaan UUK secara substansial harus mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas.

Terpisah, Ketua DPRD DIJ H Akhmad Djuwarto kembali mengungkapkan tekadnya mewujudkan penetapan gubernur DIJ. Menurutnya, bila dua kubu penetapan dan pemilihan tak mencapai titik temu, maka jalan terakhir adalah menggelar referedum.

"Kalau musyawarah tak tercapai apa boleh buat referéndum," ungkapnya.

Bicara soal demokrasi, ketua DPD PDIP DIJ ini mengagumi model demokrasi di sejumlah negara sosialis seperti Tiongkok. Sejak kepemimpinan Mao Zedong, Tiongkok tidak pernah mengenal pemerintahan dengan periodesasi tertentu. "Model demokrasi tidak terlampau terbuka seperti Tiongkok lebih bagus," katanya.

Djuwarto kemarin juga terlihat turun tangan langsung memimpin jalannya rapat koordinasi dengan enam anggota dewan yang mengusulkan hak pernyataan pendapat tentang Percepatan RUUK DIJ. Beberapa anggota dewan yang mengajukan usulan itu datang dalam rapat yang dilakukan di ruang Badan Kehormatan (BK). Mereka yang hadir, antara lain, Wajdi Rahman (FPKS), Muhammad BS (FPBD), Mualiban (FPDIP) dan Heru Wahyu Kismoyo.

Hadir juga Wakil Ketua DPRD DIJ Isti’anah. Tak seperti biasa, rapat dilakukan secara tertutup. Bahkan pintu ruang sempat ditutup korden saat tahu wartawan mencoba mendekat. Usai rapat koordinasi, tadi malam dewan menggelar paripurna membahas masalah tersebut.

Sekretaris Komisi A Takdir Ali Mukti mengkritisi gagasan referendum. Menurut dia, referéndum bagi DIJ tak ada dasar hukumnya. Umumnya, referendum dipakai satu negara menanyakan warganya ikut negara A atau B. Bukan masalah internal seperti UUK DIJ. "Contoh Irian Barat waktu Pepera menentukan sikap ikut Belanda atau Indonesia dan rakyat Timor Timur saat jajak pendapat 1999 silam," ceritnya. Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam saat bergolak akibat gerakan bersenjata penyelesaiannya juga bukan lewat referendum karena murni masalah dalam negeri. (kus)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir

Bebas 2 Pekan, Napi Asimilasi di Yogya Diciduk Gegara Nyolong Motor