Eksportir Besar Terancam

Pengiriman Barang ke Luar Negeri Turun

RADAR JOGJA - Sejak krisis finansial global melanda Amerika dan Eropa, ekspor barang dari DIJ mengalami penurunan drastis. Dari 232 pengusaha yang ada, sekitar 40 persennya terancam tak bisa mengekspor lagi karena sepi order. Kebanyakan mereka merupakan eksportir kelas besar dengan tujuan ekspor ke pasar tradisional, yaitu AS dan Eropa.

''Indikasinya terlihat dari menurunnya penerbitan surat keterangan asal (SKA) yang diterbitkan oleh Seksi Fasilitasi Ekspor-Impor Dinasperindagkop DIJ dalam dua bulan terakhir ini,'' kata Kasi Fasilitasi Ekspor-Impor Dinasperindagkop DIJ Muchtasor di kantornya kemarin.

Kondisi ini berbeda dengan sebelum krisis keuangan dunia dimulai, di mana dalam sebulan Desperindagkop DIJ mengeluarkan 800 hingga 900 SKA. SKA ini merupakan preferensi sekaligus tiket masuk ke negara tujuan yang diperlukan setiap mengirim barang ke luar negeri.

''Dengan preferensi, bisa mengurangi beban bea masuk sekaligus menjadi tiket untuk bisa masuk ke negara tujuan. Jika tidak ada, pengiriman barang akan tertahan di kepabean atau gudang di negara tujuan,'' paparnya.

Muchtasor memerkirakan, yang paling terkena dampak krisis keuangan tersebut adalah eksportir skala besar. Eksportir akan terkena dampak beruntun alias double impact.

Eksportir besar biasanya juga memanfaatkan komponen atau bahan baku yang juga diimpor dari luar negeri. Harga pembelian produk tersebut menggunakan mata uang dollar Amerika yang posisinya menguat dibandingkan mata uang rupiah. ''Otomatis harganya naik dan saat menjual justru tidak bisa diserap pasar karena calon pembelinya menunda pembelian,'' katanya.

Sebaliknya eksportir yang melakukan pengiriman dalam skala menengah dan kecil relatif masih bertahan. Terlebih mereka yang memanfaatkan bahan baku lokal. ''Tidak mengalami depresiasi mata uang karena beli bahan tetap dengan harga sama. Justru saat menjual, pendapatan lebih tinggi karena dollar menguat terhadap rupiah,'' imbuhnya.

Demikian juga dari volume penjualan yang kecil, ini justru menguntungkan karena tidak terlalu berdampak besar.

Data dari Desperindagkop DIJ, hingga September lalu nilai ekspor DIJ mencapai USD 101,48 juta dengan volume 32,85 juta kilogram. Angka tesebut sudah mengalami kenaikan sekitar 9,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

''Kita khawatir 3 bulan ke depan akan mengalami penurunan. Kemungkinan, DIJ tidak akan mampu memenuhi target ekspor sebesar USD 125 juta karena krisis ini. Itu juga makin terasa karena tujuan ekspor DIJ, sekitar 75 persen adalah Amerika dan Eropa," katanya.

Pemilik Joint Leather Rico M mengatakan, pihaknya tidak terkena dampak sama sekali dari krisis keuangan global ini. Produsen tas kulit dari Sendangtirto Berbah itu memanfaatkan 90 persen bahan baku lokal sehingga tidak terpengaruh dengan kenaikan dollar.

''Bisnis saya memproduksi tas kulit handmade dan segmennya adalah menengah ke bawah di pasar Eropa. Kalangan ini sangat banyak sekarang akibat perubahan strata kelas masyarakat Eropa,'' paparnya. (hes)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Bebas 2 Pekan, Napi Asimilasi di Yogya Diciduk Gegara Nyolong Motor

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir