Ibunda PA IX dimakamkan di Girigondo

HARIAN JOGJA: Ibunda Sri Paduka Pakualam IX yang juga Wakil Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kanjeng Bendoro Raden Ayu (KBRay) Purnamaningrum yang berpulang pada usia 90 tahun, dimakamkan di Kompleks Pemakaman Girigondo, Desa Kaligintung, Kecamatan Temon, Kulonprogo, Selasa (6/1). Almarhumah adalah istri kedua almarhum Sri Pakualam VIII.
Dalam prosesi pemakaman, kemarin, satu hal yang tidak dilaksanakan, jenasah tidak diantar dengan kereta kuda ke pemakaman, melainkan dengan ambulans.
Almarhumah dimakamkan bersisian dengan istri pertama, KBRay Hj Retnaninggrum yang meninggal 3 Februari 2005 lalu, dengan jarak sekitar 1 meter di sisi Timur. Sementara Sri Pakualam VIII dimakamkan di tengah-tengah, berjarak sekitar 2 meter di Utara kedua istrinya.

Jenazah beserta rombongan tiba sekitar pukul 13.30, dan segera disemayamkan di masjid dekat makam, untuk disalatkan dengan imam Mas Rokanuddin (47 tahun), yang menjabat Lurah Juru Kunci makam. Turut sebagai imam, selain anggota keluarga dan kerabat adalah Bupati Kulonprogo Toyo Santoso Dipo, jajaran pejabat di lingkungan Pemkab Kulonprogo, dan puluhan warga.

Tanpa banyak seremonial, setelah disalatkan, jenasah segera diangkat 15 abdi dalem makam, secara bergantian dengan anggota tentara, ke lokasi pemakaman berbukit yang terletak sekitar 50 meter ke atas dari masjid, menaiki sekitar 200 tangga.

Rokanudin menjelaskan pemakaman keluarga itu mulai ditempati pertama kali oleh Sri Pakualam V, pada tahun 1900-an. Kemudian berturut-turut sampai Pakualam VIII.

Rokanuddin mengatakan Sri Pakualam IX tidak tampak hadir dalam pemakaman itu. Dia menjelaskan ada kepercayaan bagi Pakualam yang sedang jumeneng berpantang mengunjungi makam itu, kecuali sudah waktunya alias wafat.

Tanpa kereta
Dalam prosesi pemakaman KBRAy Purnamaningrum, jenazah diantar ke peristirahatan terakhir menggunakan ambulans, tidak menggunakan kereta seperti tradisi Pura Pakualaman.

BRM Haryo Danardono, salah seorang cucu, menguraikan, biasanya jenasah keluarga diusung menggunakan kereta sampai Wirosaban, kemudian dipindah ke ambulans menuju pemakaman Girigondo, Kulonprogo. “Pemakaman kali ini tidak menggunakan prosesi itu,” ujarnya.

Terakhir, kata dia, prosesi semacam itu dilaksanakan saat pemakaman Pakualam Alam VII. Karena tradisi ini bukan ajaran pokok yang harus dilaksanakan, seiring perkembangan zaman lalu digunakan ambulans supaya praktis.

“Meski pemakaman sudah tidak melibatkan peran kereta, namun satu tradisi Pakualaman yang tetap dipertahankan, jenazah dibawa menuju pemakaman tidak lewat gerbang depan, tetapi melalui pintu samping sebelah Barat,” imbuhnya.

KBRay Purnamaningrum meninggalkan 8 anak. Putera pertama adalah KPH Ambarkusumo yang saat ini jumeneng sebagai KGPAA Paku Alam IX. Selanjutnya putra-putri almarhumah adalah BRAY Retnamartani Kusumonagoro, KPH Gondokusumo, BRAY Retno Suskamdani Noto Nagoro, BRAY Retna Rukmini Tirto Nagoro, KPH Condro Kusumo, BRAY Retno Widanarni Projo Nagoro dan KPH Indro Kusumo.

Almarhumah juga meninggalkan 27 cucu dan 11 cicit. Menurut BRM Haryo, almarhum memiliki cita-cita yang belum tercapai, melihat semua cucu menikah atau mentas. Saat ini masih ada 6 cucu yang belum melangsungkan pernikahan. “Beliau memang dekat dengan cucu, kedekatan ini terlihat dari cara beliau minta disapa budhe bukan eyang. Tetapi mau bagiamana lagi, itu kehendak Tuhan,” tambahnya.

Sebelum diberangkatkan, sekitar pukul 12.35 WIB, anggota keluarga melakukan ritual brobosan. Ritual ini dilangsungkan di beranda kiri sebelah dalam Puro Pakualaman dan diikuti seluruh anggota keluarga.

Seusai brobosan, sekitar pukul 01.00 WIB, jenazah diberangkatkan ke makam keluarga di Girigondo Kulonprogo. Pemakaman di atas bukit, kata Haryo, sesuai kebiasaan Jawa, bahwa orang istirahat itu duduk bersandar bukit dan menghadap laut.

Gangguan kesehatan
Dalam penjelasan saat menjelang meninggalnya sang ibunda, KPH Indro Kusumo, putra yang sehari-hari tinggal bersama almarhum, mengatakan tidak ada pertanda atau firasat sebelum meninggal. “Hanya kondisi jantung beliau menurut dokter keluarga memang mengalami sedikit gangguan,” jelasnya.

Kronologis sebelum kematian, kata KPH Indro, Kusumo, dokter keluarga pada Senin (5/1) memberitahu kondisi jantung KBRAy Purnamaningrum agak terganggu. Karena enggan dibawa ke rumah sakit, dokter lalu memberi obat dan berhasil membuat tenang.

Kondisi ini tidak berlangsung lama, sekitar 21.00 WIB, KBRay Purnamaningrum mengeluh tidak enak badan dan minta dipasang oksigen. Setelah pasang, kondisi istirahat tetap tidak tenang.

Melihat kondisi itu, Indro berinisiatif membawa ke rumah sakit sekitar pukul 21.30 WIB. Ketika itu, almarhumah sempat tawar-menawar rumah sakit yang dituju, sampai diputuskan untuk dirawat di RS Panti Rapih.

Datang di UGD pukul 22.00 WIB, almarhum langsung ditangani tim medis. Namun demikian pada pukul 02.15, almarhumah dipanggil yang Kuasa. “Setelah itu menunggu dua jam baru bisa dibawa pulang. Jenasah dimandikan di Pura, kemudian disemayamkan di balai,” paparnya. Sebelum meninggal, wanita kelahiran 15 Juni 1918, di mata keluarga memiliki semangat hidup yang tinggi.

Beberapa pejabat yang hadir di rumah duka diantaranya, Sri Sultan Hamengku Buwono X beserta keluarga, Walikota Jogja Herry Zudianto, Kepala Dinas Perhubungan DIY Muladi Hadikusumo, serta sejumlah pejabat tingkat kabupaten/kota dan provinsi lainnya.

Oleh Heru Lesmana Syafei & Miftahul Ulum

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Bebas 2 Pekan, Napi Asimilasi di Yogya Diciduk Gegara Nyolong Motor

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir