PNS Ketahuan Pakai Ijazah Palsu Harus Kembalikan Gaji dan DiturunkanPangkatnya

RADAR JOGJA - Bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang ketahuan menggunakan ijazah palsu jabatannya akan diturunkan sesuai ijazah asli yang dimilikinya. Ia juga harus mengembalikan uang yang sudah dibayarkan pemerintah menyangkut gaji yang telah diperolehnya. Hal ini dikemukakan Asisten III Bidang Administrasi Umum Sekretariat Prupinsi DIJ dr. Andung Prihadi S, MKes kepada wartawan.

"Misalnya ia telah menggunakan ijazah palsunya selama tiga tahun, ya ia harus mengembalikan gajinya selama tiga tahun," tuturnya usai menghadiri acara pisah sambut Kepala Bagian Humas Drs Alex Samsuri di Kepatihan, kemarin (2/3).

Labih lanjut PNS yang diketahui menggunakan ijazah palsu, hak-hak kepegawaiannya akan dicermati lagi. Untuk kasus ijazah palsu PNS, Andung mengungkapkan bahwa sejauh ini di Propinsi belum ditemukan kasusnya. Kebanyakan guru yang menggunakan ijazah palsu adalah di kabupaten Bantul. Sementara kabupaten Gunungkidul masih dalam proses penelusuran.

Sementara itu, kepala Dinas pendidikan DIJ Prof Suwarsih madya, PhD mengatakan, dalam kasus ijazah palsu ini yang diusulkan untuk ditutup bukan perguruan tingginya, melainkan program Studi Bimbingan dan Konseling dari Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Catur Sakti sebagai perguruan tinggi yang menerbitkannya. Suwarsih juga mengungkapkan bahwa 70 persen mahasiswa di program studi tersebut bukan mahasiswa sungguhan.

''Saya melihat itu degradasi idealisme pendidikan untuk menanamkan nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai luhur moral dan etika. Kalau sudah dimulai dengan penyelenggara pendidikan yang tidak benar, itu sangat menyedihkan,'' ungkapnya. Hal itu sebagai pengalaman yang perlu sebagai acuan dan lebih baik dihentikan praktek seperti itu. Apalagi hal ini terjadi di kota pendidikan.

Kepala Kopertis Wilayah V Prof Budi Santosa W juga mengakui bahwa kopertis memberikan rekomendasi agar program studi tersebut tidak diperpanjang lagi. Meski yang memiliki wewenang mengusulkan penutupan adalah kopertis, tetapi yang berhak menutup adalah Pendidikan Tinggi.

Yang mempunyai wewenang administrasi terhadap PTS dan mengusulkan penutupan adalah kopertis, sedangkan Dinas Pendidikan yang memberikan penilaian. Kepala Kopertis Wilayah V Prof Budi Santosa W mengakui bahwa Kopertis memberikan nrekomendasi program studi Bimbingan Konseling tersebut tidak diperpanjang lagi, tetapi yang mempunyai hak menutup adalah Pendidikan Tinggi.

Budi juga menjelaskan kasus yang terjadi dalam program studi tersebut. Sewaktu didirikan, program studi tersebut memiliki kurikulum untuk mendapatkan kompetensi di bidang konseling. Namun seiring waktu berjalan, mahasiswanya tidak melaksanakan apa yang seharusnya dilaksanakan untuk mendapat ijazah S1. Misalnya program D3 Kebidanan yang seharusnya menempuh 120 SKS lagi untuk mendapat ijazah S1 ternyata sudah mendapatkan ijazah S1 sebelum menyelesaikan 120 SKS itu. (nis)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Bebas 2 Pekan, Napi Asimilasi di Yogya Diciduk Gegara Nyolong Motor

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir