Pemantau Forum Rektor Pilih Golput

Tak Paham UU Pemilu, Sekadar Ikut-ikutan
SLEMAN - Para mahasiswa pemantau yang tergabung dalam tim pemantau Forum Rektor Indonesia (FRI) memilih golput. Golput atau tidak memilih ini menjadi ''pilihan'' karena mereka tidak mempunyai formulir A-5 sebagai syarat mutasi pemilih. Para pemantau yang kebanyakan berasal dari luar Jawa ini mengaku kesulitan mendapatkan surat pengantar mutasi.

Salah satunya adalah Eko Susanto. Mahasiswa Fakultas teknik sipil asal Sumatera Selatan ini mengaku sulit mendapatkan surat pengantar dari desanya untuk ditukar A-5 di Sleman. "Ya, berarti nggak pilih mas," ujarnya saat mengikuti pengarahan di aula Kantor Dinas Satpol PP dan Trantib Sleman, kemarin (8/4).

Senada diungkapkan oleh Joko Prasetya, asal Kabupaten Siak, Riau dan Desi Noorinda dari Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. "Saya pernah tanya ke rumah, ternyata prosedurnya ruwet dan untuk mengurusnya harus menempuh jarak yang jauh," tutur Joko.

Sedangkan Desi mengaku tidak mendapat surat undangan untuk pemilu 2009. "Meski nggak nyontreng, saya ikut memantau untuk menambah pengalaman," katanya.

Lia Nur Amalia, mahasiswa yang tinggal di Jl Kaliurang KM 12 juga memilih golput meski telah mendapatkan surat pengantar untuk mendapat A-5. "Kurang tahu prosedurnya. Lagian tidak ada waktu lagi untuk mengurus," kata mahasiswi Fakultas Psikologi itu yang mendapat jatah memantau di Turi.

Koordinator Lapangan Mitra Pengawas Forum Rektor Sugeng Indardi mengakui lembaganya tidak memfasilitasi pengurusan A-5 bagi para pemantau yang terdiri dari mahasiswa KKN (Kuliah Kerja Nyata) itu. Sugeng beralasan Forum Rektor tidak mempunyai data base siapa saja yang butuh A-5. "Saya nggak tahu persis soal itu. Dimungkinkan mereka nggak akan memilih (golput)," katanya.

Para mahasiswa tersebut adalah bagian dari 125 mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII) Jogja yang diterjunkan ke beberapa TPS di wilayah Sleman. Sebagai pengawas lapangan, mereka bertugas mencatat hasil suara dan proses selama pemilihan. Terutama jika terjadi pelanggaran. Karenanya, tim pemantau dituntut menguasai Undang-undang Pemilu dan Peraturan KPU.

Penelusuran Radar Jogja menunjukkan tidak semua mahasiswa pemantau tersebut paham soal undang-undang. Seperti dituturkan Lia Nur Amalia yang mengaku ikut menjadi pemantau karena ajakan teman. "Pernah dengar sih soal undang-undang. Tapi nggak paham soal pengawasannya," tuturnya.

Menurut Lia, keterbatasan waktu menjadi penyebabnya. Pasalnya, mahasiswa UII baru saja selesai menjalani ujian akhir semesster dan baru berakhir kemarin (8/4).

Sugeng mengatakan para pemantau telah dibekali dengan Undang-undang Pemilu dan Peraturan KPU. Pasalnya untuk mengawasi kemungkinan terjadi pelanggaran saat pemungutan suara, mereka harus paham terhadap peraturan yang berlaku. (yog)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir

Bebas 2 Pekan, Napi Asimilasi di Yogya Diciduk Gegara Nyolong Motor