Dinas Tak Tindak Perusahaan Tak Penuhi UMP

RADAR JOGJA - GUNUNGKIDUL - Ada sejumlah perusahaan dan pengusaha di Gunungkidul yang menggaji karyawannya di bawah standar minimal Upah Minimum Propinsi maupun Upah Minimum Regional. Hal itu diketahui oleh Dinsosnakertrans, namun Dinas menyatakan tidak bisa berbuat banyak mengatasi kondisi itu. Kepala Seksi Pengawasan dan Perlindungan Tenaga Kerja Dinsosnakertrans

Gunungkidul, Sari Mukti kepada wartawan mengatakan, setiap awal tahun atau pasca UMP ditetapkan, pihaknya selalu menerima permintaan keringanan dari sejumlah pengusaha karena tidak kuat membayar gaji sesuai standar upah minimum. Jika UMP dipaksakan, maka besar kemungkinan pengusaha-pengusaha akan lari ke luar Gunungkidul, mencari tempat yang upah minimum yang lebih rendah. "Kami mengerti kondisi perusahaan. Jika dipaksakan, jangan-jangan mereka gulung tikar," katanya kemarin.

Ia menyebut sejumlah nama perusahaan di Wonosari yang tidak membayar upah standar. Seluruh perusahaan itu bergerak di bidang retail dan swalayan. Perusahaan itu menggaji karyawannya antara Rp 300.000 hingga Rp 400.000. Persaingan usaha yang ketat dan keuntungan yang tidak signifikan, menjadi alasan para pemilik perusahaan untuk meminta keringanan. "Jika tidak diberi keringanan, pengusaha itu akan merampingkan jumlah karyawannya. Ini dilematis," tambah Sari.

Di sisi lain, ujar Sari, para pekerja juga tidak keberatan dibayar tidak sesuai dengan standar minimum. Para pekerja ini tidak memprotes karena tidak punya pilihan lain. "Prinsip mereka, gaji segitu lebih baik daripada nganggur," jelas Sari. Meski demikian, Sari mengakui pemberian keringanan itu diberikan tanpa pihaknya melakukan verifikasi terlebih dahulu terhadap kondisi keuangan perusahaan tersebut.

Wakil Ketua Federasi Serikat Pekerja Indonesia cabang Gunungkidul Yohannes Ramlan mengkritik sikap Dinsosnakertrans itu sebagai sikap yang tidak melindungi hak pekerja. "Sudah jelas tidak ada perlindungan sama sekali terhadap buruh," kritiknya. Seharusnya Pemkab dalam hal ini Dinsosnaketrans, bekerja sesuai dengan UU yang berlaku. Sesuai dengan UU Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, perusahaan nakal yang tidak memenuhi ketentuan itu terancam sanksi pidana penjara antara satu tahun hingga empat tahun atau denda antara Rp 100 juta hingga Rp 400 juta. Keringanan yang diberikan Dinsosnakertrans, seharusnya diberikan dengan melakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Mengutip aturan yang sama, bagi pengusaha yang tidak mampu membayar, mereka dapat mengajukan penangguhan pembayaran UMP. Tapi harus ada syarat yang harus dipenuhi yakni laporan keuangan perusahaan yang terdiri dari neraca perhitungan rugi atau laba dalam jangka 2 tahun yang menyatakan bahwa kondisi keuangan perusahaan tersebut memang tidak mampu untuk membayar UMP.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jogjakarta, Ibnu Saleh kecewa dengan besaran upah minimum provinsi (UMP) Rp 745.694 yang baru saja ditandatangi gubernur DIJ Sultan Hamengku Buwono X. "Apindo menolak UMP yang baru. Dengan nilai UMP yang baru ini. Berat sekali," ujar Ibnu Saleh.

Adapun anggota Komisi D DPRD Gunungkidul Imam Taufik mengaku belum tahu kapan agenda pertemuan antara Dinsosnakertrans, [pengusaha, pekerja dan DPRD bisa digelar. Sebelumnya, pertemuan itu hendak dilakukan dua minggu lalu. Tapi karena jadwal Pemkab yang padat dalam menyusun KUA PPAS, kegiatan itu urung dilaksanakan. "Kami mencoba alternatif waktu lain. Mungkin 2 minggu lagi," katanya. (hsa)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir

Bebas 2 Pekan, Napi Asimilasi di Yogya Diciduk Gegara Nyolong Motor