Pemilukada DIY 2010 : Berharap Bupati Terpilih Nguri-nguri Budaya

Kanthi nyebut asmanipun Gusti Allah, kulo Prasetyo
Bilih kulo
Badhe nindakaken jejibahan lan kewajiban kulo
Minongko anggota KPPS lan petugas keamanan TPS
Kanthi sak sae-saenipun
Selaras kaliyan aturan perundang-undangan
Kanti linambaran Pancasila
Lan UUD RI tahun sewu sangangatus kawan doso gangsal


Alunan gending Jawa sayup-sayup terdengar di sebuah joglo asri yang berlokasi di pemukiman padat penduduk di Dusun Ngropoh, Condongcatur, Depok. Pada sebuah gang kecil di depan bangunan yang sering disebut dengan nama Joglo Sumowiharjan tersebut tampak beberapa warga yang hilir mudik.

Beberapa di antaranya menyempatkan diri singgah ke tempat itu sambil menggenggam kertas berlipat dalam ukuran kecil. Sesampainya di joglo, tamu tersebut disambut dengan senyum seorang yang berada di depan akses masuk joglo.

Pria di depan joglo tersebut memiliki dandanan yang tidak biasa. Dia menggunakan pakaian adat jawa dengan atasan jarik berwarna kecoklatan dan beskap berwarna biru muda yang dilengkapi keris terselip di punggung dan blangkon yang menutupi kepala.

Sebuah kartu indentitas dikalungkan oleh pria tersebut di lehernya. Dia adalah seorang petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di TPS 33 Ngropoh. Bersama pria tersebut ada enam pria lain yang memakai pakaian seragam.

Namun dua orang diantaranya tidak memakai jarik melainkan celana berwarna hitam. Dua orang tersebut memiliki tugas pokok dan fungsi dengan lima petugas lain. Mereka berdua merupakan anggota Linmas yang merangkap sebagai KPPS sehingga dari pengkostuman mereka diidiomkan dengan prajurit.

Ketua KPPS Sutanto mengatakan, timbulnya ide penggunaan pakaian kebesaran adat jawa tersebut tidak sekadar karena keinginan asal tampil beda. Pihaknya berharap dengan cara seperti itu, tingkat partisipasi warga bisa meningkat.

Berkaca pada pengalaman pemilu-pemilu sebelumnya di TPS tersebut, partisipasi warga tidak pernah menyentuh angka 70%. Hal itulah yang mengundang kekhawatiran petugas KPPS sehingga terpikir untuk menggunakan cara yang lain untuk menarik perhatian para pemilih.

Stelan pakaian adat jawa tersebut diperoleh dengan cara menyewa. Harga normalnya adalah Rp50.000. Namun karena peruntukannya bagi kepentingan umum, para anggota KPPS ini mendapat diskon sehingga bisa membayar hanya Rp30.000.

Bagi para KPPS spirit kebersamaan tersebut mengalahkan segalanya. Biaya operasional yang digunakan di luar yang telah ditetapkan oleh KPU ditanggung sendiri. Anggota KPPS misalnya yang mendapatkan honor sebesar Rp150.000 dan dipotong pajak sebesar Rp4.000 setidaknya mengeluarkan biaya operasional Rp50.000 per orang.

"Tapi tidak apa-apalah. Ini demi kebersamaan," kata Sutanto.

Selain karena ingin mengangkat tingkat partisipasi pemilih, KPPS juga menyiratkan pesan tersembunyi bagi para kandidat yang bersaing. Setidaknya, kata Sutanto, pihaknya berharap agar nantinya siapapun bupati yang terpilih, besa nguri-nguri kebudayaan Jawa yang dirasakan kian terpinggirkan.

Boediono golput
Tetapi memang tidak semua warga menggunakan hak pilihnya dalam pilkada tersebut. Wakil Presiden Boediono dan istrinya, misalnya. Pada pemilihan Pilkada Sleman 2010 ini mereka tidak menggunakan hak pilihnya alias golput. Boediono terdaftar sebagai pemilih nomor 216 dan Herawati istrinya terdaftar sebagai pemilih nomer 217 di TPS 60 Pik Gondang.

“Beliau tidak pulang jadi tidak memberikan hak suara,” kata Heri Hartanto, KPPS TPS 60 Pik Gondang, Minggu (23/5).

Jarak rumah Boediono dengan TPS 60 Pik Gondang hanya 100 meter. Pada pemilihan presiden 2009 lalu, lanjut Heri, Boediono juga menggunakan hak suara di TPS yang sama.

Pilkada Sleman 2010 di TPS 60 Pik Gondang terdaftar 531 pemilih, namun hanya 231 pemilih yang menggunakan hak suara. Sehingga ada 300 pemilih yang tidak menggunakan hak suara. “Partisipasi sedikit karena banyak yang sibuk,” kata Heri.

Pemilih di TPS 60 Pik Gondang meliputi warga perumahan Sawitsari. Saat pemilihan kemarin pagi, sempat beredar isu banyak warga perumahan tidak terdaftar sebagai pemilih. Saat dikonfirmasi, Heri membantah isu tersebut dan menegaskan,“Semua sudah terdaftar”.

Dijaga perempuan
Cara unik digunakan oleh TPS 45, Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon. Mereka menempatkan lima petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) perempuan untuk menarik minat pemilih.

Ketua KPPS TPS 45, Nunuk Indarti mengatakan bahwa sebanyak lima petugas KPPS dan dua anggota linmas melayani ratusan pemilih sejak pukul 07.00 WIB hingga pukul 13.00 WIB. “Kami ingin menarik minat pemilih dengan perbedaan ini,” tuturnya saat ditemui di TPS 45, Minggu (23/5).

Petugas perempuan itu berjibaku menghitung perolehan suara tepat pukul 13.30 WIB. Mereka bertugas membuka kotak suara, menghitung suara, dan mencocokkan hitungan guna memastikan kebenaran penghitungan. Sedangkan, petugas linmas ikut mengawasi jalannya penghitungan.

Nunuk menyebutkan sebanyak 100 dari 325 pemilih tidak menggunakan hak pilih karena bekerja di luar Bantul. Sedangkan 22 surat suara dinyatakan tidak sah karena kesalahan pencoblosan.

Di TPS 45 itu, cabup perempuan dari pasangan Sri Suryawidati-Sumarno (Idaman) menang mutlak. Data KPPS menunjukkan pasangan Idaman mendapat 234 suara, Sukardiyono 50 suara dan Karib 19 suara.

Oleh Esdras Idialfero Ginting, Miftahul Ulum & Shinta Maharani
WARTAWAN HARIAN JOGJA

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Bebas 2 Pekan, Napi Asimilasi di Yogya Diciduk Gegara Nyolong Motor

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir