Desember, Pariwisata Di Recovery

Harian Jogja | Selain menghancurkan sejumlah desa, erupsi Gunung Merapi kali ini juga mengganggu kelangsungan sektor pariwisata DIY. Dua asosiasi yang berhubungan langsung dengan dunia pariwisata di DIY, PHRI dan Asita, menyiapkan program recovery untuk dilakukan Desember 2010.

Program tersebut sangat beragam, seperti kampanye Jogja aman, pemberian diskon hingga mendirikan Media Center Insan Pariwisata Jogja.

Namun, hasil dari program ini belum bisa diprediksi hasilnya, begitupun dana yang digulirkan. Semua masih dalam proses rembukan. Hanya saja, sejumlah pihak, termasuk Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY dan Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia (Asita) sudah menyiapkan langkah strategis untuk menyelamatkan pariwisata DIY.

Ketua PHRI DIY, Istidjab M Danunagoro, menjelaskan dampak erupsi Merapi sejak 26 Oktober lalu, memukul bisnis perhotelan. Tingkat okupansi turun hingga 50%, dibandingkan November tahun lalu. “November tahun lalu, tingkat kunjungan rata-rata 70-80 persen. Tahun ini hanya sekitar 40 persen saja atau minus 50 persen,” jelasnya kepada Harian Jogja, Jum'at (12/11).

Tak hanya dunia perhotelan yang meradang. Ketua Asita DIY, Edwin Ismedi Himna, mengakui bisnis travel agency juga mengalami keterpurukan akibat tingkat kunjungan wisata di DIY yang mengalami penurunan. “Bencana Merapi cukup memukul bisnis travel agent. Selama erupsi Merapi hingga akhir November ini, drop kira-kira sampai 40 persen,” tandasnya.

Dampak negatif juga dilami para pedagang dan pengusaha di Jalan Malioboro. Ketua Paguyuban Pengusaha Malioboro Suryadi Suryadinata menyatakan, tingkat kunjungan wisatawan ke Malioboro turun hingga 50 persen. “Mereka [wisatawan] takut ke Jogja, ini efek dari pemberitaan yang kurang proporsional,” jelas Suryadi.

Pendapat yang sama diutarakan Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Beringharjo Ujun Junaedi. Menurutnya, sejak Merapi meletus mayoritas pengunjung didominasi konsumen lokal, sedangkan wisatawan nyaris tak terlihat. “Jangankan wisatawan yang datang, orang Jogja saja banyak yang mengungsi. Omzet penjualan kami turun hingga 40 persen,” tandasnya.

Kepala UPT Malioboro Purwanto mengakui, pascaerupsi Merapi 26 Oktober lalu, pengunjung di Malioboro memang sempat menurun drastis, tingkat penurunannya mencapai 60%-75%. “Penurunan dirasakan sejak 30 Oktober, bahkan tingkat kunjungan tidak samai separuhnya sebelum kejadian erupsi Gunung Merapi,” ujarnya.

Program recovery
Melihat perkembangan yang tidak menyejukkan untuk pariwisata DIY, Asita bekerjasama dengan PHRI, PT Angkasa Pura, dan Dinas Pariwisata di lingkungan pemerintahan setempat, lanjut Edwin, berencana memulai program recovery pariwisata DIY, awal Desember mendatang.

“Yang pertama kami lakukan, adalah mensosialisasikan kondisi terkini Jogja, kepada media internasional maupun nasional,” jelasnya. Langkah itu dilakukan dengan pergi ke Bali untuk menginformasikan kondisi keamanan Jogja. Pihaknya siap memberangkatkan sekitar 30 travel agent dan 20 anggota PHRI untuk mengkampanyekan pariwisata di DIY.

Edwin menjelaskan, untuk membangkitkan geliat pariwisata DIY harus secepat mungkin dilakukan. Untuk itu, pihaknya berharap pemerintah dan dinas pariwisata se DIY bisa mengkampanyekan pariwisata DIY. “Ya, kita harus kerja cepat, dan jangan sampai berlarut. Jangan sampai ada anggapan miring Jogja tidak aman,” tandasnya.

Upaya cepat juga akan dilakukan PHRI. Menurut Istidjab, langkah awal yang akan dilakukan adalah mengkampanyekan kondisi Jogja yang aman. Pihaknya bahkan mendirikan Media Center Insan Pariwisata Jogja. “Lembaga ini dibentuk untuk menfilter berita-berita miring soal Merapi,” terang Istidjab.

Selain itu, PHRI menggelar jumpa pers pada Minggu (14/11) dan berkunjung ke Candi Borobudur. Langkah itu dilakukan, selain kerja bakti membersihkan Borobudur dari abu vulkanik, juga mengkampanyekan pariwisata aman di DIY.

Sayang, berapa dana yang dibutuhkan untuk program recovery masih belum ada jawaban. Baik Istidjab dan Edwin menjelaskan, pihaknya masih membicarakan masalah tersebut. “Yang jelas, mari kita bergotong royong untuk mengangkat kembali pariwisata di DIY,” pintanya.

Ekonomi warga
Terpisah, kerabat Keraton Yogyakarta, Prabukusumo, mengingat agar recovery juga dilakukan terhadap kondisi sosial ekonomi warga yang terkena musibah. “Warga yang terkena musibah perlu kita pikirkan juga, tukang becak dan andong, PKL dan sebagainya di Kota [Jogja] pun kesulitan ekonomi, karena pedagang tidak jualan dan yang jualan tidak laku karena debu,” tuturnya.

Selain itu, Gusti Prabu juga menilai pembangunan fisik turut terganggu akibat bencana ini. “APBD kabupaten/kota dari Provinsi tersedot untuk bencana ini. Akibatnya pembangunan fisik juga terganggu,” ujarnya melalui SMS.

“Masalah ini perlu perhatian dari Pemerintah Pusat agar APBD DIY dan kabupaten/kota yang relatif kecil ini tidak terganggu. Kami sebagai warga DIY sangat sangat berharap kepastian Pemerintah Pusat, dan agar Bapak SBY dapat membantu DIY dan bencana Merapi menjadi Bencana Nasional sehingga dana yang disalurkan juga signifikan,” harapnya.

Prabukusumo juga mengucapkan terima kasih atas bantuan semua pihak kepada warga DIY yang terkena musibah.(Harian Jogja/Abdul Hamied Razak)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Bebas 2 Pekan, Napi Asimilasi di Yogya Diciduk Gegara Nyolong Motor

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir