Ini Dia Delapan Sekolah Model PAI yang Berbasis Afeksi

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Sebanyak delapan sekolah di Kota Yogyakarta dari jenjang sekolah dasar hingga sekolah menengah atas menjadi model dalam penerapan Pendidikan Agama Islam berbasis afeksi.

Kedelapan sekolah tersebut adalah, SMA Negeri 3, SMA Negeri 5, SMA Negeri 8, SMP Negeri 8, SMP Negeri 9, SMP Negeri 10, SD Negeri Giwangan dan SD Negeri Glagah.

"Pada awalnya, hanya ada tiga sekolah yang menerapkan Pendidikan Agama Islam (PAI) berbasis afeksi yaitu SD Giwangan, SMP Negeri 9 dan SMA Negeri 5. Kemudian dilanjutkan lima sekolah lainnya pada 2010," kata Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta Edy Heri Suasana di Yogyakarta, Ahad (21/8).

Menurut dia, kedelapan sekolah tersebut akan menjadi model bagi sekolah-sekolah lain di Kota Yogyakarta dalam menerapkan model pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis afeksi.

Edy mengatakan, seluruh sekolah di Kota Yogyakarta dari jenjang sekolah dasar hingga sekolah menengah atas dan yang sederajat telah menerapkan Pendidikan Agama Islam berbasis afeksi pada 2011.

"Melalui pendidikan agama berbasis afeksi, siswa tidak hanya akan diberi materi pelajaran yang bersifat kognitif, tetapi juga menyentuh afeksi siswa yang bisa menumbuhkan kesadaran baru," katanya.

Menurut dia, kesadaran baru yang diharapkan tumbuh di dalam diri siswa melalui pendidikan agama yang berbasis afeksi tersebut adalah budi pekerti yang baik, kepribadian dan keterampilan siswa dalam mengamalkan ajaran agama masing-masing dalam kehidupan bermasyarakat.

Ia menengarai, masih banyaknya tawuran yang melibatkan pelajar atau tawuran antar pelajar serta vandalisme yang dilakukan siswa kemungkinan disebabkan pendidikan agama yang masih bersifat kognitif.

Edy mengatakan, pendidikan berbasis afeksi tersebut memang masih diberlakukan untuk Pendidikan Agama Islam karena pedoman dan instrumen pembelajarannya sudah lengkap. Pada 2012 hingga 2016, Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta bersama dengan pihak terkait akan melakukan pemantapan program pendidikan berbasis afeksi tersebut untuk pendidikan agama lain.

"Diharapkan, pada 2016 seluruh pendidikan agama sudah akan berbasis afeksi," lanjutnya.

Sementara itu, Wali Kota Yogyakarta Herry Zudianto mengatakan, gagasan untuk mewujudkan pendidikan agama berbasis afeksi tersebut berasal dari usulan masyarakat yang mengharapkan pendidikan budi pekerti dapat kembali diajarkan di sekolah.

"Di dalam pendidikan agama juga sudah mencakup pendidikan budi pekerti. Namun, pengajarannya yang perlu ditingkatkan. Tidak hanya menghafalkan, tetapi juga menyentuh nilai-nilai yang diamalkan ke berbagai aspek kehidupan," kata Herry.

Ia menambahkan, mengajarkan budi pekerti harus dimulai sejak dini sehingga hasilnya akan lebih baik, misalnya tumbuhnya kepedulian kepada orang tua dan lingkungannya.

Penilaian dalam pendidikan agama, lanjut dia, juga tidak hanya dilakukan guru kelas, tetapi orang tua juga harus terlibat sehingga siswa memiliki karakter yang benar-benar sesuai dengan ajaran agama masing-masing.

"Pembangunan manusia Indonesia yang sesungguhnya adalah melalui pembangunan karakternya," katanya yang kemudian mencontohkan seorang siswa yang berkarakter tidak akan membuang sampah sembarangan.

Redaktur: Djibril Muhammad
Sumber: Antara

Translate Using Google Translate May Need Grammar Correction

This Is Eight School-Based Model of PAI Affection

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - A total of eight schools in Yogyakarta from the level of primary school to high school became a model in the application of Islamic Religious Education based on affection.

The eight schools are, SMA Negeri 3, SMA Negeri 5, SMA Negeri 8, SMP Negeri 8, 9 Junior High School, Junior High School 10, Elementary School and Elementary School Giwangan Glagah.

"In the beginning, there were only three schools that implement Islamic Religious Education (PAI) that is based affections Giwangan SD, SMP Negeri 9 and Senior High School 5. Then followed five other schools in 2010," said Head of Education Office of Yogyakarta in Yogyakarta Edy Heri Atmosphere Sunday (21 / 8).

According to him, the eight schools will be a model for other schools in the city of Yogyakarta in applying the learning model of affection-based Islamic Religious Education.

Edy said, all schools in the city of Yogyakarta from the level of elementary school through high school and have applied the equivalent of Islamic Religious Education in 2011 based affections.

"Through religious education based on affection, not only will students be given the subject matter that is cognitive, but also touching the affection of students that can foster a new awareness," he said.

According to him, a new consciousness which is expected to grow in students through religious education based on affection is a good character, personality and skills of students in practicing their religion in public life.

He suggests, there are many fights involving students or fighting between students and students the possibility of vandalism carried out due to religious education is still cognitive.

Edy said, affection-based education is indeed still in place for Islamic Education because the guidelines and instruments of learning is complete. In 2012 to 2016, the Education Office of Yogyakarta along with the related parties will conduct educational programs based stabilization of affection to other religious education.

"Hopefully, all religious education in 2016 will already be based on affection," he continued.

Meanwhile, Yogyakarta Mayor Herry Zudianto said the idea to realize the affection-based religious education is from a society that expects the proposed character education can be re-taught in school.

"In religious education also includes character education. However, the teaching that needs to be improved. Not just memorize, but also touches the values ​​practiced to various aspects of life," said Herry.

He added, teach manners should begin early so the result will be better, such as growing concern to parents and their environment.

Assessment in religious education, he continued, not only classroom teachers, but parents must also be involved so that students have a character that really fits with the teachings of each religion.

"Human development is the real Indonesia through the development of character," he said later a student who exemplifies the character will not litter.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Bebas 2 Pekan, Napi Asimilasi di Yogya Diciduk Gegara Nyolong Motor

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir