Sultan: Ariflah Menyikapi Kemerdekaan

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X meminta masyarakat untuk tetap arif menyikapi kondisi bangsa yang mengalami krisis berkepanjangan. Ini dilakukan agar masyarakat dapat mengerti makna proklamasi kemerdekaan yang sesungguhnya.

"Setelah 66 tahun merdeka, rakyat berhak bertanya buat apa kemerdekaan itu jika sekarang bangsa ini selalu terancam oleh perseteruan, konflik, dan krisis kepercayaan yang berkepanjangan?" kata Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X pada acara malam tirakatan dalam rangka peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke 66 tingkat Propinsi DIY, di Bangsal Kepatihan Yogyakarta, Selasa (16/8/2011) malam.

"Untuk merdeka, berapa banyak rakyat yang telah menjadi korban dan berapa banyak prajurit yang telah gugur? Tidak terhitung banyaknya harta dan nyawa yang telah diserahkan," lanjutnya.


Lebih lanjut Sultan mengatakan, tidak ada peluang bagi rakyat yang prihatin mengamati situasi kondisi bangsa dan negara untuk merenungkan apakah makna yang tersimpul dalam proklamasi itu masih relevan dengan situasi yang dihadapi bangsa sekarang ini. Raja Kasultanan Yogyakarta ini juga mengingatkan makna proklamasi kemerdekaan sebagai sumber inspirasi yang mengangkat rakyat dari tekanan depresi melihat bangsa ini seperti terjerat dalam rawa persoalan.

Malam peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, kata Sultan, sama halnya dengan sebuah perenungan spiritual dengan memusatkan kekuatan batin. Ini dilakukan agar rakyat dapat menunaikan cita-cita dan semangat proklamasi 17 Agustus 1945 dengan istikamah, konsisten, konsekuen, dan berkelanjutan.

Merenung, kata Sultan, sesungguhnya adalah upaya mengakrabi lingkungan yang selalu berubah, memahami potensi diri seraya membuka peluang, mendalami kelemahan sambil mengukur tantangan dan hambatan guna mencari solusi pemecahan agar tidak terseret oleh pusaran zaman yang berubah cepat.

"Jika ingin memperoleh rida Tuhan, maka kita hendaknya memiliki hati yang arif agar dapat menangkap hikmah makna proklamasi yang terdalam," ujar Sultan.

Malam tirakatan di Bangsal Kepatihan Kantor Gubernur DIY dihadiri sekitar 500 undangan dari berbagai unsur Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Provinsi DIY, para kepala dinas, pejabat eselon III dan IV di lingkungan pemerintah Provinsi DIY. Malam tirakatan disemarakkan oleh para mahasiswa Institut Seni Indonesia (ISI) yang menampilkan karawitan Uyu-uyu.

Translate Using Google Translate May Need Grammar Correction

Sultan: Dealing Wise Independence

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Governor of Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X asked people to remain wise addressing the condition of the nation experiencing a prolonged crisis. This was done so that people can understand the true meaning of the proclamation of independence.

"After 66 years of independence, the people are entitled to ask for what is now the nation's independence if it is always threatened by hostility, conflict, and a prolonged crisis of confidence?" said the Governor of Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X tirakatan evening in commemoration of Independence Day of Republic of Indonesia to 66 levels of DIY, in Ward Kepatihan Yogyakarta on Tuesday (16/08/2011) night.

"For freedom, how many people who have been victimized and how many soldiers have died? Countless treasure and lives that have been handed over," he continued.

Furthermore Sultan said there were no opportunities for the people who are concerned about the situation and condition of the nation state to ponder whether the meaning is summed up in the proclamation was still relevant to the situation facing the nation today. Yogyakarta Sultanate King also reminded the meaning of the proclamation of independence as a source of inspiration to lift people from depression pressure saw this nation as caught in a quagmire issue.

Night Independence Day of the Republic of Indonesia, said the Sultan, as well as a spiritual reflection by focusing the power of the mind. This is done so that people can fulfill the ideals and spirit of the proclamation of August 17, 1945 by istikamah, consistent, consistent, and sustainable.

Pondering, Sultan said, is in fact an attempt mengakrabi ever-changing environment, understanding the potential of themselves and open up opportunities, explore the weaknesses while measuring the challenges and obstacles in order to seek solutions to avoid being dragged by the vortex of rapidly changing times.

"If you want to earn God's pleasure, then we should have a discerning heart in order to capture the wisdom of the deepest meaning of the proclamation," said Sultan.

Tirakatan night in Ward Kepatihan the Governor's Office attended by about 500 invited from the various elements of the Regional Leadership Forum DIY Province, the agency heads, echelon III and IV in the government of DIY. Night tirakatan disemarakkan by students of Art Institute of Indonesia (ISI) featuring musicians Uyu-uyu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Bebas 2 Pekan, Napi Asimilasi di Yogya Diciduk Gegara Nyolong Motor

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir