Penaikan Harga BBM pun Ditolak Aliansi Buruh Yogyakarta

YOGYAKARTA - Aliansi Buruh Yogyakarta menilai rencana penaikan harga bahan bakar minyak karena adanya ketakutan terhadap defisit APBN semata, tanpa melihat risiko pemiskinan rakyat yang akan semakin meningkat.

"Menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dan memberikan bantuan langsung tunai (BLT) menunjukkan kemalasan dan ketidakberanian pemerintah mengambil tindakan yang seharusnya dilakukan. Atas dasar ini, Aliansi Buruh Yogyakarta (ABY) menolak penaikan harga BBM," kata Sekjend ABY Kirnadi, Minggu (11/3).

Menurut dia, seharusnya pemerintah dapat meningkatkan pendapatan maupun mengefisienkan pengeluaran di APBN sendiri, yang justru menjadi akar persoalan sesungguhnya, bukan semata naiknya harga minyak dunia.

"Penaikan harga BBM telah menjadi kambing dari masalah di pemerintah sendiri," katanya.

Ia mengatakan, alih-alih mengambil tindakan seperti menaikkan rasio pajak, yang lazim dilakukan di negara lain menjadi 14 persen dari PDB misalnya, yang artinya pendapatan dari pajak bisa mencapai Rp1,036 triliun, atau berjuang keras menaikkan royalti dan pajak di perusahaan tambang, pemerintah malah membebankan tanggung jawabnya kepada sebagian besar rakyat miskin negeri ini.

"Karena tindakan menaikkan rasio pajak bisa diduga hanya akan mengancam kenikmatan kaum kaya negeri ini, yang rupanya lebih diperhatikan dan ditakuti pemerintah, daripada rakyat kebanyakan yang hidupnya sehari-hari sudah sulit," katanya.

Kirnadi mengatakan jika memang hanya ingin menghemat dana APBN sebesar Rp35 triliun atau bahkan Rp57 triliun yang berasal dari pengurangan subsidi BBM, angka tersebut sesungguhnya bisa diambil dari sisa lebih penggunaan APBN 2011 sekitar tiga persen, atau sebesar Rp36 triliun, ditambah Rp22 triliun dari penghematan program di kementerian/lembaga pemerintah.

"Sisa anggaran dan penghematan ini merupakan hasil penelitian Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan sendiri," katanya.

Ia mengatakan asumsi inflasi 6 hingga 7 persen akibat kenaikan harga BBM pada kenyataannya akan cenderung lebih tinggi lagi, karena penaikan harga BBM akan berdampak pada biaya lain seperti tarif dasar listrik (TDL), pangan, transportasi, dan sebagainya.

"Penaikan harga BBM sebesar 28,75 persen pada 2008 sudah mengakibatkan kenaikan inflasi 11,01 persen, padahal rencana penaikan harga BBM saat ini sebesar Rp1.000 berarti naik 22,22 persen, atau kalau naik Rp1.500 berarti naiknya 33,33 persen. Ini berarti inflasi berpotensi bisa lebih tinggi dari 11 persen, yang akan secara langsung menggerus daya beli masyarakat, termasuk buruh, seiring turunnya upah riil buruh," katanya. (Ant/OL-10)

Sumber : Seputar Indonesia

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Lowongan Kerja Parsley

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir