Tanah Pesisir DIY Terus Melambung

Perkembangan wisata dan megaproyek di pesisir selatan DIY, tepatnya di kawasan Gunungkidul dan Kulonprogo mendongkrak harga tanah.

Tidak tanggung-tanggung,harga tanah yang awalnya berkisar Rp30.000 per meter,kini sudah lebih dari Rp200.000. Tidak heran, banyak warga berlomba-lomba melepaskan tanah kepada investor.

Dalam satu tahun terakhir, lonjakan harga tanah tidak bisa dihindari lagi.Sugeng,salah satu warga Bruno, Ngestirejo, Tanjungsari mengatakan, dua tahun yang lalu harga tanah masih berkisar Rp35.000 setiap meternya. “Namun, saat ini harganya lebih dari Rp200.000 untuk tanah bersertifikat,”ungkapnya. Dia pun menunjukkan beberapa lahan yang siap dilepas pemiliknya. Selain itu, dalam satu tahun terakhir banyak warga luar yang mulai melirik untuk membeli tanah di sekitar pantai.

“Belum lagi dengan rencana pengembangan Pantai Krakal. Sudah banyak orang yang pesan kalau ada tanah yang mau dijual,”ucapnya. Saat ini di sekitar Pantai Krakal sudah banyak berdiri bangunan layaknya wisma atau penginapan. Meski demikian, warga setempat tidak ada yang memilikinya.“Kalau warga ya hanya bermukim di pinggir pantai dan berdagang kecilkecilan di tanah Sultan Ground (SG),”ucapnya. Beberapa alasan warga yang mau melepas aset tanah di sekitar pantai lantaran tawaran harga yang mulai tinggi. Selain itu,kebutuhan alat transportasi seperti sepeda motor menjadi alasan tersendiri warga menjual lahan mereka.

Sakih,salah satu warga yang bermukim di pinggir Pantai Krakal menuturkan, banyak warga yang harus membelikan sepeda motor bagi anaknya. Lantaran tidak ada tabungan, mereka melepas aset tanah mereka. “Kalau anak sudah memintasepedamotor, ya mauapalagi. Lha wong punyanya tanah ya dijual.Apalagi,banyak orang luardaerahyangseringmencari tanah di sekitar pantai, jadi ini gayung bersambut,”ucapnya.

Sakih mengaku sering memberikan informasi tentang tanah yang akan dijual kepada pengunjung atau orang yang sengaja datang ke tempatnya untuk menanyakan mengenai tanah di sekitar Pantai Krakal. Anggota Komisi C DPRD Gunungkidul Dwi Haryanto menyebutkan lahan seluas lima hektare di sekitar pesisir Pantai Drini, Desa Banjarejo, Tanjungsari telah dibeli oleh investor.Tanah tersebut merupakan tanah pribadi milik beberapa warga setempat. Ironisnya,warga justru senang ketika tanah mereka dibeli investor.“Informasi yang saya terima, investor yang membeli tanah beberapa warga tersebut berasal dari Jakarta,” ucapnya. Dwi berharap ada penyadaran terhadap warga.

Dia khawatir perkembangan kawasan pantai di Gunungkidul yang sangat cepat, membuat warga justru terpinggirkan. Upaya menahan warga agar tidak melepaskan tanah di pinggir pantai pun dilakukan pemkab.Wakil Bupati Gunungkidul Immawan Wahyudi mengatakan tanah di sekitar pantai memiliki nilai ekonomis yang tinggi. ”Apalagi dengan prospek wisata yang sudah di depan mata. Jadi memang sayang kalau dilepas begitu saja,” ucapnya. Dia berharap warga mulai membuat kesepakatan dengan investor. Paling tidak, lahan yang ada tidak dijual tapi disewa.

“Kalau dijual, memang lama- lama mereka hanya menjadi penonton. Berbeda kalau di sewa,warga mendapatkan nilai tambah yang berarti,” kata Immawan. Jika masyarakat terlalu mudah menjual tanah untuk kepentingan pemodal, nantinya justru masyarakat tidak bisa terlibat jauh di tengah kemajuan pariwisata dan ekonomi. “Pepatah Jawa bilang, Ana rejaning jaman ora menikmati malah dadi penonton (jika ada zaman kemakmuran tidak menikmati malahan jadi penonton saja),”kata Immawan.

Bandara Picu Harga Tanah Mahal

Seiring rencana pembangunan bandara internasional di Kulonprogo memberikan dampak terhadap melonjaknya harga tanah.Harga tanah yang dulunya hanya Rp50.000 kini sudah mencapai Rp200.000– 350.000.Apalagi di Desa Paliyan Temon yang akan menjadi lokasi bandara. “Pinggir jalan yang harganya paling tinggi, bahkan ada yang menawarkan hingga Rp500.000.Tetapi di selatan sekitar Rp175 hingga Rp350.000,” ungkap Budi Prasetyo, warga Temon.

Sudah banyak investor yang datang untuk mencari tanah. Hal inilah yang memicu harga jual ikut tinggi. Apalagi, banyak warga yang terbentur kebutuhan dan terpaksa menjual lahannya. Belum lagi makelar dan calo tanah yang mencari tanah dengan harga murah untuk dijual kembali. Pemicu dari melambungnya harga ini tidak lepas dari pemberitaan di media.Warga banyak yang menahan tanahnya agar harganya bisa lebih tinggi ketika bandara terealisasi. Warga sendiri banyak yang mendukung akan kehadiran bandara.

“Banyak warga yang sadar dan tidak mudah tergiur imingiming investor. Mereka memilih menunggu kepastian bandara,” ujarnya. Budi mengaku tidak sedikit warga rela melepas tanahnya untuk mencari di lokasi lain.Juga tidak sedikit di antara mereka takut akan kehilangan tanah dan menolak rencana bandara. Sebab, mereka selama ini hanya mengandalkan hidup dari mengolah lahan pertanian.

Sementara itu,Ketua Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) DIY Lilik Syaiful Ahmad mengatakan kehadiran bandara akan mendongkrak perekonomian warga.Hal ini harusnya bisa dimanfaatkan warga untuk menyiapkan investasi dan usaha. Mereka jangan sampai tergiur dengan harga rendah. Jika bandara terealisasi,mereka bisa mengembangkan usahanya. Mahalnya tanah di bandara sudah menjadi wacana umum di suatu daerah.Harus diingat, mahalnya harga ini justru bisa menjadi bumerang. Kasus di Bali, karena harga tanah mahal, justru menjadikan investor membatalkan pembangunan bandara.

“Pengusaha berharap harga bisa wajar agar pertumbuhan ekonomi lebih merata,” ucapnya. Ketua DPRD Kulonprogo Yuliardi meminta warga tidak tergiur dengan spekulan tanah. Masyarakat harus berpikir rasional dan menunggu fakta yang jelas. Jangan sampai mereka justru terpinggirkan dan tidak merasakan pembangunan yang ada. suharjono/ kuntadi

Sumber : Seputar Indonesia

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Super Murah "Back To School" Matahari Godean Toserba & Swalayan

Lowongan Kerja Parsley

Kasus Corona DIY Tambah 10 Jadi 169, Ada dari Klaster Gereja dan Indogrosir